This study explains the position of Pancasila Education and Islamic Religious Education in the context of religious life. There are several forms of the dynamics of religious life such as conflicts that usually occur in students, especially in various Indonesian educational institutions. Conflicts that often occur in schools are disputes between students, power struggles, small problems that are often brought up and teenage love problems. This phase students have begun to recognize feelings of love between the opposite sex. The results show that the position of Pancasila education and Islamic Religious Education is very strategic and occupies. The forefront because they are the mainstream in counteracting negative things for religious life. So, they play an active role in overcoming various violence and conflicts that occur in educational institutions. Thus, Pancasila education and Islamic Education make efforts to guide future generations of future candidates so that they can have a good personality and are certainly. In accordance with the norms of set by Islam itself through a strong religious understanding so that there are no conflicts between them. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jayapangus Press ISSN 2615-0913 E Vol. 4 No. 3 2021 Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam Dalam Konteks Kehidupan Beragama Firman Mansir1, Lia Kian2 1Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2Perbanas Institute Jakarta 1firmanmansir Islamic Education, Pancasila, Religious Life This study explains the position of Pancasila Education and Islamic Religious Education in the context of religious life. There are several forms of the dynamics of religious life such as conflicts that usually occur in students, especially in various Indonesian educational institutions. Conflicts that often occur in schools are disputes between students, power struggles, small problems that are often brought up and teenage love problems. This phase students have begun to recognize feelings of love between the opposite sex. The results show that the position of Pancasila education and Islamic Religious Education is very strategic and occupies. The forefront because they are the mainstream in counteracting negative things for religious life. So, they play an active role in overcoming various violence and conflicts that occur in educational institutions. Thus, Pancasila education and Islamic Education make efforts to guide future generations of future candidates so that they can have a good personality and are certainly. In accordance with the norms of set by Islam itself through a strong religious understanding so that there are no conflicts between them. Pendidikan Agama Islam, Pancasila, Kehidupan Beragama Penelitian ini menjelaskan mengenai posisi Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam dalam konteks kehidupan beragama. Terdapat beberapa bentuk dari dinamika kehidupan beragama seperti konflik yang biasa terjadi pada siswa terutama terjadi diberbagai lembaga pendidikan Indonesia. Konflik yang sering terjadi di sekolah yaitu perselisihan antar siswa, pertentangan adu kekuatan, masalah kecil yang sering kali dibesarkan dan masalah percintaan remaja yang dimana pada fase ini para siswa sudah mulai mengenal perasaan suka antar lawan jenis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam sangat strategis dan menempati garda terdepan karena keduanya sebagai arus utama dalam menangkal hal-hal negatif bagi kehidupan beragama, sehingga ia berperan aktif untuk menanggulangi berbagai kekerasan dan konflik yang terjadi di lembaga pendidikan. Dengan demikian, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam melalukan upaya untuk membimbing calon generasi penerus di masa depan agar dapat memiliki kepribadian baik dan pastinya sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan oleh agama Islam itu sendiri melalui pemahaman agama yang kuat agar tidak terjadi berbagai konflik diantara mereka. Pendahuluan Pendidikan berasal dari kata didik yang berarti memelihara atau juga melatih, Abuddin Nata, 2010. Diartikan dari melatih dan memilihara berarti memerlukan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai perantara dalam melakukan kegiatan ini, Mansir, 2020. Seperti misalnya dalam ruang lingkup lembaga pendidikan, dalam mendidik seseorang siswa diharuskan memiliki tujuan yang pasti dan terarah dalam upaya pencapaiannya. Dalam pendidikan tentu saja dibutuhkan seseorang guru yang dapat mengarahkan siswa untuk menjadi lebih baik dari pada sebelumnya, Walidaik, 2017. Hal ini dikarenakan ada beberapa guru yang dalam memberikan pendidikan kepada siswa kurang baik, sehingga menyebabkan siswa kurang mendapatkan pendidikan yang cukup. Sebagai bentuk upaya, diharapkan untuk guru di masa ini bisa memberikan pendidikan yang berkualitas kepada para siswa, Mansir, 2019. Selain untuk melahirkan generasi yang lebih baik, dari adanya pendidikan seeorang akan lebih banyak memahami bagaimana ilmu itu akan diimplementasikan pada kehidupan luar ataupun kehidupan bermasyarakat. Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam Fathani & Purnomo, 2020 memiliki arti upaya dalam mencapai tujuan keberhasilan siswa yang dimana dalam upaya tersebut seorang guru mempunyai keharusan untuk mempersiapkan para siswa untuk mengenal, memahami, mendalami hingga mengimani ajaran Islam serta menjalankan kewajiban yang memang sudah seharusnya dilakukan dalam ajaran Islam itu sendiri. Namun pengertian tersebut hanya sebatas pengertian singkat dari Pendidikan Agama Islam Mansir, 2021. Kehadiran Pendidikan Agama Islam sebenarnya untuk menuntun dan membimbing para siswa supaya tetap berada pada jalan atau jalur yang benar, Sanusi, 2013. Hal ini dikarenakan semakin lama zaman akan semakin berubah, semakin banyak pula tingkah laku atau perilaku yang kurang sesuai dengan aturan yang ada pada Pendidikan Agama Islam itu sendiri. Khususnya untuk kondisi sekarang ini, dunia sudah semakin tua dan teknologi yang berkembang sudah semakin pesat. Tentu saja ini menjadi 252 kekhawatiran para sarjana muslim dan semua sebagai calon penerus generasi muslim yang tentunya akan menjadi tanggungjawab bersama ke depannya. Dalam ajaran agama Islam, terdapat hukum tersendiri untuk menjalankan kegiatan atau mengatur norma-norma kehidupan yang sudah berlaku, Mansir, 2020. Hukum Islam yang dapat dipahami dan dipelajari yaitu berasal dari al-Qurâan dan al-Hadis. Di dalam al-Qurâan telah tertulis lengkap mengenai cerita terdahulu, perintah dan larangan, bagaimana kebiasaan orang-orang terdahulu, atau juga kebiasaan nabi dan rasul yang sudah seharusnya dijadikan sebagai contoh suri tauladan dalam menjalankan kehidupan. Terdapat banyak pesan dan moral yang telah terkandung dalam al-Qurâan. Oleh karena itu sudah menjadi hal yang seharusnya kita lakukan untuk mengimani serta melaksanakan sesuai dengan yang telah tercantum pada pedoman umat Islam hingga akhir zaman nanti. Pada dasarnya tidak ada yang sulit dalam melaksanakan berbagai macam perintah dan menjauhi berbagai larangannya, yang membuat kita sebagai umat muslim sering meniggalkan perintah dan melaksanakan larangan yang telah tertulis. Hal ini dikarenakan sebagai umat Islam sering melalaikan pedoman agamanya sendiri. Terutama saat ini kita berada dan berhadapan dengan generasi millenial atau generasi kekinian yang dimana semua informasi bisa didapatkan dengan mudah dari smartphone saja. Dalam mengaksesnya juga sangat mudah, hanya dibekali dengan kuota data ataupun smartphone yang sudah tersambung dengan wi-fi maka smartphone yang digunakan dapat disambungkan dengan akses internet tanpa batas. Berkenaan dengan hal itu, tidak sedikit informasi yang tersaji dalam internet merupakan hal yang layak dikonsumsi. Ada berbagai situs yang memberikan hal kurang senonoh untuk disajikan kepada khalayak umum. Terutama apabila anak dibawah umur juga tidak luput menikmati salura tersebut. Ini yang menjadi kekhawatiran umat Islam saat ini, orang tua memberikan anak fasilitas smartphone untuk dipergunakan dengan baik dan dapat dipergunakaan untuk belajar atau juga mengakses yang sekiranya bisa menambah ilmu pengetahuan si anak akan tetapi justru itu seakan menjadi boomerang orang tua itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan sedikit seorang anak dan masing- masing dari kita menggunakan smartphone dan internet tersebut untuk mengorek sesuatu yang seharusnya perlu dijauhi. Dari banyaknya pedoman Islam yang berlaku, seharusnya ini membuat masyarakat sebagai umat muslim semakin mudah dalam menjalankan kesehariannya. Namun kembali lagi, yang seringkali menjadi penghalang untuk taat dalam beribadah 253 yaitu terdapat pada diri sendiri. Oleh karenanya, fungsi Pendidikan Agama Islam disini untuk membenahi kekeliruan dan melengkapi kekurangan yang masih menjadi persoalan umat Islam dalam menjalankan kehidupannya Mansir, 2020. Ini menjadi kewajiban bagi pendidik saat ini terutama untuk calon pendidik yang di masa depan besok sudah harus siap untuk mendidik dan membimbing para murid atau peserta didik untuk menjadi generasi Islam yang berilmu Mansir, 2019. Tentu dalam upaya tersebut terdapat banyak ujian dan tantangan supaya target yang diinginkan dapat tercapai. Sehingga diperlukan kesiapan ilmu dan juga pendirian agar berhasil mencapai tujuan pendidikan yag maksimal. Seberapakah pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan? Seperti yang diketahui bahwasanya Pendidikan Agama Islam sangatlah memiliki pengaruh yang besar di dalam kehidupan seorang muslim. Hal ini dikarenakan pada dasarnya setiap manusia memerlukan pedoman untuk melanjutkan kehidupan dan mengarungi luasnya arus perjalanan hidup ini. Maka dari itu, Pendidikan Agama Islam memiliki posisi teratas dalam mengambil peran untuk menyiapkan kehidupan seorang muslim. Akan tetapi permasalahan yang sedang terjadi yakni Pendidikan Agama Islam mengalami âpersaingan dengan pendidikan Barat. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi minat dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam, bagi umat Islam Indonesia. Faktor ini beberapa diantaranya berasal dari dalam sekolah namun juga dari luar sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari dalam sekolah yaitu dimana ketika pada sekolah negeri jam pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak memiliki porsi yang banyak. Sehingga hal ini membuat minat peserta didik dalam mempelajari pendidikan agama Islam tidak terlalu mendalam. Apalagi asupan yang diberikan sekolah negeri yakni ilmu-ilmu umum yang menyebabkan ilmu agama Islam pada sekolah negeri tidak lagi dibutuhkan banyak. Dalam pendidikan agama Islam terdapat banyak petunjuk guna menangani setiap permasalahan yang ada. Seperti yang diketahui, terdapat berbagai macam konflik yang sudah pasti kita mengenalnya dan konflik tersebut sudah biasa terjadi pada bangku sekolah atau di lembaga pendidikan. Apakah konflik tersebut selalu mengenai kekerasan ataukah hanya sebatas konflik salah paham yang terjadi pada masing-masing siswa yang terlibat. 254 Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Creswell et al., 2007. Karena itu kemudian, penelitian ini fokus dengan melihat berbagai konflik yang terjadi di lembaga pendidikan. Adapun data yang digunakan ada dua. Yaitu dara primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari jurnal nasional yang memperbincangkan tentang konflik siswa. Data ini kemudian dikumpulkan dan dianalis dengan metode deskripti-analitik. Selanjutnya data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku referensi yang berkaitan dengan konflik siswa. Data sekunder ini untuk memperkuat hasil penelitian dan melengkapi data yang masih kurang. Dengan demikian, data-data yang sudah terkumpul kemudian diberikan kode untuk untuk melihat perbedaan dan persamaan dengan apa yang peneliti telusuri, tentu dalam hal ini adalah mengenai konflik siswa di lembaga pendidikan. Hasil dari pengkodean data-data itu selanjutnya dianalisis sesuai dengan metodologi yang kemudian melahirkan data yang akurat. Hasil dan Pembahasan Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu ilmu pendidikan yang terdapat pada setiap sekolah umum di Indonesia, Mansir, Lain halnya yang terdapat pada sekolah Islam swasta Fauziyah, 2021. Pendidikan Agama Islam terbagi secara spesifik dalam mata pelajaran seperti Fiqh, Aqidah Akhlaq, Qurâan Hadis, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Ilmu-ilmu yang diberikan tetaplah sama yang membedakan yaitu jika pada sekolah negeri hanya diberikan nama PAI dengan penjelasan secara umum, Mansir, 2021. Pada pembelajaran PAI di sekolah Islam maka PAI akan terpecah dengan penjelasan secara detail. Terutama pembelajaran PAI pada sekolah negeri hanya diberikan waktu singkat yang dimana rata-rata waktu yang diberikan hanyalah 2 jam per satu jam pelajarannya selama seminggu. Sehingga dari alokasi waktu yang tersedia tersebut tidak memungkinan jika siswa akan mendapatkan banyaknya pengetahuan agama Islam yang memadai dan mendalam. Mungkin ini adalah salah satu faktor penyebab munculnya konflik-konflik antara siswa dengan siswa lainnya dikarenakan masing-masing dari mereka kurang memahami arti pentingnya Pendidikan Agama Islam. Karena jika dikaitkan dengan pendidikan Islam, semua yang ada pada dunia ini akan saling berkesinambungan satu sama lain. Kemudian pelaksanaan dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ini sendiri merupakan program dalam mengimplementasikan pendidikan mental-spiritual dan juga 255 moral kepada para peserta didik, Sanusi, 2013. Bagaimanapun juga peran pendidik atau guru mata pelajaran Agama Islam ini juga harus tetap memantau dan juga mengupayakan untuk melakukan perbaikan konsep materi pelajarannya, Mumtahanah, 2018. Akan lebih baik lagi jika dalam menyajikan materi agama Islam ini diberikan konsep. pembelajaran yang menyenangkan supaya peserta didik tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai Pendidikan Agama Islam. Hal ini juga yang dapat peserta didik menyerap lebih mudah mengenai materi tersebut. Tujuannya adalah supaya peserta didik memahami dan mengenal lebih jauh tentang ilmu-ilmu agama Islam. Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan untuk mengenal, mengetahui, memahami dan mengikuti aturan dan ruang lingkup agama Islam, Mansir, 2020. Pendidikan berasal dari kata âdidikâ yang berarti memelihara atau pun melatih. Bila diartikan dari segi etimologi atau bahasa, Pendidikan Agama Islam yaitu proses dalam memberikan pengajaran atau bentuk kontribusi seorang pedidik baik dalam akhlak maupun kecerdasan berpikir. Kemudian jika diambil dari segi terminologi atau istilah, Pendidikan Agama Islam merupakan upaya sadar guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya siswa dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk lebih memperdalam spiritual keagamaan, self esteem, kepribadian yang baik, kecerdasan dalam akhlak, dan juga keterampilan yang nantinya akan ia implementasikan padaa lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Pendidikan Islam Tarbiyah diartikan dari melatih dan memilihara berarti memerlukan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai perantara dalam melakukan kegiatan ini Mansir, 2017. Seperti halnya dalam ruang lingkup sekolah, dalam mendidik seseorang peserta didik diharuskan memiliki tujuan yang pasti dan terarah dalam upaya pencapaiannya. Dalam proses pengenalan ini terdapat banyak faktor-faktor yang masih menjadi kendala dalam melakukan proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam. Entah dari dalam faktor eksternal guru maupun dari media ajar yang berguna untuk membantu guru dalam memperlancar kegiatan belajar mengajar ini. Sudah bukan rahasia lagi jika minat dalam belajar Pendidikan Agama Islam di sekolah Indonesia tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan jam belajar yang diberikan juga hanya terbatas, yaitu hanya sekitar dua jam setiap mata pelajaran. Sedangkan banyaknya materi yang seharusnya diberikan tidak cukup jika hanya diberikan melalui waktu dua jam tersebut. Terutama kendala pada siswa juga seharusnya menjadi pertimbangan pendidik itu sendiri 256 dikarenakan tidak semua siswa yang ada dapat langsung memahami isi dari materi ajar itu sendiri. Belum lagi jika terdapat beberapa anak yang tidak dapat menangkap materi pembelajaran tersebut, ini menyebabkan pendidik atau guru agama Islam tersebut mengalami kebingungan sendiri. Selain tujuan tercapainya materi ajar tidak tersampaikan secara maksimal kepada siswa, ia juga menjadikan hal ini sebagai evaluasi agar kedepannya mengenai materi atau pun segala bahan ajar yang telah ia berikan kepada peserta didik dapat diterima dengan baik. Pendidikan Agama Islami memiliki istilah atau makna tersendiri dari beberapa pengertian diantaranya 1. Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam sumber dasar ajaran Islam. 2. Pendidikan Agama Islam merupakan upaya untuk mengajarkan kepada kaum muslimin untuk menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup seseorang. 3. Pendidikan agama Islam merupakan ajaran yang sudah ada sejak zaman Rasulullah hingga saat ini masih berkembang berkaitan dengan agama Islam dan sejarah umat Islam. Dari beberapa istilah yang telah disebutkan di atas tersebut dapat ditarik benang merahnya jika Pendidikan Agama Islam merupakan upaya untuk membimbing calon generasi penerus di masa depan nanti agar dapat memiliki kepribadian baik dan pastinya sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan oleh agama Islam itu sendiri Sinaga, 2017. Dari sinilah nantinya akan lahir generasi penerus yang berkepribadian baik. Jika seseorang telah memiliki kepribadian muslim pastinya nanti ia menjadikan ajaran Islam sebagai pandangan atau pedoman hidupnya Mansir, 2020. Tentunya juga dari cara berpikir dan menyikapi suatu tindakan sesuai dengan ajaran dan pandangan Islam. Dengan begitu tujuan dari Pendidikan Agama Islam merupakan sebuah upaya yang berupa bimbingan baik secara jasmani atau rohani kepada peserta didik secara Islami. Semua ini dilakukan untuk mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Seperti yang telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya, posisi Pendidikan Pancasila, Dewantara, 2015 dan Pendidikan Agama Islam sangatlah penting Kuswanto, 2014, yakni berkaitan dengan ilmu-ilmu Islam yang menjadi fondasi dalam kehidupan perlu dikenal dan difahami betul. Hal ini juga dikarenakan Pendidikan Agama Islam bersifat urgent penting untuk dipelajari dari mulai zaman lahirnya Islam hingga akhir zaman nanti. Di dalam Al-Qurâan sudah diperjelas pada QS. AlâBaqarah ayat 159 257 Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab Al-Qurâan 1. Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan PAI di Indonesia Pada kajian Pendidikan Pancasila Nurgiansah, 2021, sejatinya lingkup dan fungsi pancasila secara spesifik yaitu yang pertama, pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Rindjin, 2013. Indonesia bisa menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam menyatukan hubungan dengan bangsa lain. Nilai-nilai pendidikan pancasila tidak boleh keluar atau melepaskan dari berbagai bentuk hubungan diplomatik yang terkoneksi dengan negara Indonesia terhadap negara lainnya Suharyanto, 2013. Segala sesuatu yang terkait dengan hasil dalam konteks hubungan diplomatik perlu dipertimbangkan dengan menggunakan nilai pendidikan pancasila beserta makna yang terkandung dalamnya. Kedua, yaitu pancasila sebagai jiwa Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Seluruh lembaga pendidikan maupun lembaga sosial di Indonesia baik yang besar maupun yang paling kecil seharusnya menjadikan pancasila sebagai nafas dan pedoman ideologinya. Ketiga, yaitu pancasila sebagaai kepribadian bangsa. Pancasila merupakan profile dan wajah bangsa. Sebagai profile, pancasila merupakan jawaban dari pertanyaan mengenai berbagai kepribadian Indonesia yang nyata. Dengan demikian, pendidikan pancasila selanjutnya merupakan pancasila sebagai pedoman hukum Fauzi et al., 2013. Maknanya adalah ia berfungsi sebagai sumber hukum dalam berbagai kasus di Indonesia. Hukum yang dibentuk, dimodel dan dibuat oleh seluruh pihak tidak seharusnya melupakan nilai-nilai pendidikan pancasila. Fungsi pendidikan pancasila juga sebagai cita-cita negara ini. Dasar negara Indonesia yang sudah dirancang sejak dulu oleh para pendiri bangsa memiliki pernyataan menarik yang menjadi harapan bangsa untuk diwujudkan oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia. Selanjutnya pendidikan pancasila berfungsi sebagai cita-cita bangsa maksudnya pancasila menjadi deskripsi serta penjelasan peta akan kemana bangsa Indonesia akan berjalan ke depannya. Dari berbagai fungsi pancasila diatas, dan tafsiran mengenai nilai pada pendidikan pancasila serta yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara hendaknya tidak melenceng dari nilai-nilai pancasila itu sendiri Amir, 2013. Sebab hal ini searah dengan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam. Bisa dilihat secara gamblang tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menurut Widjajda 2004 yaitu 258 a. Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan. b. Nilai ideal, nilau material, nilai spiritual, nilai pragmatis, dan nilai positif. c. Nilai etis, nilai estetis, nilai logis, nilai sosisal dan nilai religius. Melihat dan mengamati penjelasan di atas, sepertinya nilai-nilai itu sudah terpancar dan terkandung dalam Pendidikan Agama Islam. Pancasila yang tidak luput dari nilai ketuhanan, spiritual, maupun religius dapat menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia untuk tidak melupakan segi spiritual, hal tersebut juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Hal tersebut dengan tegas menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang menggunakan landasan kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Hal serupa juga sesuai dengan perinsip yang terkandung dalam pedoman nilai-nilai karakter. Sementara itu, ruang lingkup pendidikan Agama Islam mencakup keharmonisan, Tolchah, 2020 keselarasan dan kesepadan antara hubungan manusia dengan Rabb-nya, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan kemudian hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Tak luput juga hubungan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Aspek-aspek yang terkandung pada Pendidikan Agama Islam juga menjadi penting. Ini akan menjadi perpaduan yang sama-sama saling melengkapi satu sama lain. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang biasanya dilaksanakan di sekolah umum maupun sekolah swasta Islam yakni ada Aqidah Ilmu tentang keimanan, Ilmu Fiqh Ilmu yang berkaitan dengan ibadah, Al Qurâan dan Hadits, Akidah Akhlak, dan juga Tarikh Islam, Fauziyah, 2021. Dari semua cabang ilmu pendidikan, baik itu Pendidikan Pancasila Nishimura, 1995, dan khususnya Pendidikan Agama Islam yang ada di atas dapat ditarik benang merahnya bahwa secara mandiri atau tanpa harus mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ini dikarenakan cabang-cabang ilmu Islam tersebut merupakan ilmu umum yang artinya semua orang dapat mempelajarinya tanpa harus memiliki syarat tertentu untuk belajar ilmu tersebut. Terutama Islam mengharuskan umatnya untuk menuntut ilmu setinggi mungkin, terlebih untuk mempelajari agama hal ini memiliki poin lebih dan memang diwajibkan. Berbeda halnya dengan mempelajari ilmu-ilmu umum yang sifatnya tidak wajib meskipun ketika kita memasuki dunia sekolah pasti kita juga diwajibkan untuk mengikuti pelajaran tersebut. Akan tetapi, dilain waktu jika memiliki waktu lebih luang alangkah baiknya jika dimanfaatkan untuk menimba ilmu agama. 259 2. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pendidikan Agama Islam Seperti yang telah diketahui bahwasanya tujuan dari pendidikan yakni sebagai proses atau upaya untuk menyiapkan masa depan anak didik untuk mencapai tujuan hidup yang tepat, Walidaik, 2017. Berbagai upaya telah dilaksanakan hanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Terutama saat ini sudah memasuki zaman dimana semuanya hanya mengandalkan internet sebagai rutinitas kesehariannya. Sehingga ini membuat seseorang untuk lebih mawas diri dalam menggunakan dan memanfaatkan internet agar tidak tersesat dalam menggunakannya. Maka peranan pendidikan agama Islam disini supaya anak didik mampu mengendalikan perilakunya agar tidak seenaknya dalam mengambil sikap. Ini dikarenakan anak dan juga remaja rentan mengikuti atau meniru bagaimana orang sekitar dalam berperilaku. Oleh karenanya dalam Islam diberikanlah pedoman untuk hidup lebih baik supaya dapat memanfaatkan hidup yang singat in dengan sebaik-baiknya. Berkaitan dengan nilai yang dapat diimplementasikan oleh siswa, maka pembelajaran yang dapat diterima oleh siswa seperti akhlak yang baik, yang dapat diimplementasikan dengan bagaimana cara bersikap yang baik atau menanggapi perilaku seseorang dengan baik juga tanpa harus berlaku kasar atau menyakiti, Mumtahanah, 2018. Ini merupakan salah satu bentuk mengimplementasikan materi pembelajaran pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam. Kemudian untuk bentuk implementasi materi pembelajaran al-Qurâan dan hadist dapat dilakukan dengan mengamalkan perilaku yang baik sesuai dengan yang telah diperintahkan dalam firman Allah SWT yang telah tertuliskan dalam al-Qurâan, dan kemudian bentuk pengamalan dari hadis sendiri dapat dilakukan dengan melakukan perilaku-perilaku terpuji dan menjalankan sunnah nabi seperti yang telah tercantum dalam hadis-hadis nabi yang hingga saat ini masih dipakai sebagai bentuk petunjuk selain al-Qurâan. Dalam menyampaikan kebenaran juga menggunakan adab dan tutur kata yang baik, ini untuk menghindari diri sendiri dari menyakiti orang lain. Pendidikan Pancasila sangat konsen pada persoalan ini, sebab hal ini dapat mencerminkan sikap dan kepribadian seseorang sebagai anak bangsa. Dalam konteks Pendidikan Agama Islam Hidayat, 2015, apabila orang lain merasa sakit hati karena perkataan yang keluar dari lisan seseorang, maka itu akan membuat individu mendapatkan dosa karena telah membuat orang lain terluka. Maka dari itu, di dalam Pendidikan Agama Islam, adab merupakan sesuatu hal yang penting. Selain ini merupakan bentuk impelementasi dari 260 pembelajaran Akhlak juga bagian dari nilai-nilai Pendidikan Pancasila. Sebuah pepatah yang mengatakan bahwa percuma jika berilmu namun tidak memiliki adab yang baik. Maka dari itu adab sangat penting untuk diajarkan sejak dini. Hal ini selaras dengan semangat yang dimiliki Pendidikan Pancasila dalam mengajarkan kepada siswa tentang sikap hidup toleransi bermasyarakat. Selanjutnya cara mengimplementasikan nilai Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dilakukan dengan cara mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah kehidupan beragama dan berbangsa. Melaksanakan ibadah sesuai dengan tuntunan syariâatnya masing-masing. Dalam ilmu fiqh umat muslim diharuskan benar-benar sejalur dengan apa yang sudah diperintahkan. Karena jika keluar dari jalur dan tidak sesuai tuntunan maka itu sama saja menentang ajaran Islam yang sudah ada sejak Islam lahir. Ini juga merupakan antisipasi untuk tidak melakukan hal yang terlarang dalam melaksanakan ibadah. Pendidikan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa way of life memiliki makna Pancasila bagian pedoman dan pegangan dalam kehidupan serta memberikan tuntunan perilaku masyarakat bagsa Indonesia dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Karena itu kemudian, sebagai sumber nilai dan etika, seperti halnya Pendidikan Agama Islam, maka nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila sebaiknya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan terciptanya kehidupan masyarakat harmonis, dinamis, aman, tertib dan religius. Contoh dalam konteks di sekolah adalah konflik pada siswa sering terjadi mulai pada saat masih berada di Taman Kanak-kanak hingga masa peserta didik sudah memasuki ke jenjang sekolah menengah atas. Tidak hanya sedikit permasalahan, tetapi bisa melahirkan segunung masalah. Mulai dari permasalahan kecil antar sesama teman, kesalah pahaman dengan teman kelas, atau mungkin dengan angkatan yang lebih tua atau muda dari peserta didik tersebut. Bahkan peserta didik juga melakukan kesalahan dengan guru mereka masing-masing yang tidak sengaja atau hanya sebatas salah paham. Tidak dapat dipungkiri jika datangnya permasalahan ini juga awalnya juga sebatas candaan atau masalah kecil, namun akhirnya malah berlanjut hingga memperpanjang masalah. Pada masa sekolah, siswa biasanya mulai usil atau mulai bertingkah yang kurang baik pada saat remaja, Ibda, 2012. Hal ini secara psikologis dikarenakan pada saat remaja hormon seseorang dapat dikatakan sedang tingi-tingginya. Sehingga ketika mereka mengambil keputusan dalam suatu masalah, terkadang belum berpikir secara 261 tepat, atau dalam mengambil keputusan mereka masih belum bisa bertanggungjawab dengan pilihannya. Hal ini yang menjadikan ketika di usia tersebut remaja masihlah dikatakan labil, meskipun terdapat beberapa remaja yang juga sudah bisa menempatkan tanggungjawabnya. Dari uraian di atas, mengungkap bahwa pendidikan pancasila dan pendidikan agama islam pada dasarnya memiliki muara dan misi yang sama, sehingga keduanya diperlukan dalam merespon berbagai persoalan peserta didik di lembaga pendidikan Indonesia, Mansir, 2018. Oleh karena itu, dalam Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam, keduanya menyelesaikan suatu masalah dapat dilakukan dengan cara yang baik, bijaksana, adil, dan tidak saling menyalahkan satu sama lain. Sebagai bangsa Indonesia dan umat Islam harus bisa menerima dan memahami jika terdapat perbedaan yang ada. Karena perbedaan tersebut di dalam Islam lazimnya disebut sebagai rahmat. Maka dengan adanya perbedaan itu, akan menimbulkan adanya sikap saling menghormati, menghargai pendapat atau perbedaan orang lain. Tentu dalam konteks ini yang diharapkan adalah jiwa pancasila dan motivasi keagamaan yang diperlukan. Kesimpulan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan agama islam merupakan salah satu ilmu pendidikan yang terdapat pada setiap sekolah umum di indonesia. Pendidikan Pancasila bagian dari nilai-nilai kebangsaan yang perlu ditularkan kepada peserta didik. Sementara Pendidikan agama Islam bagian dari proses untuk mengenal, mengetahui, memahami dan mengikuti aturan dan ruang lingkup agama Islam. Dari sini titik awal nantinya akan lahir generasi penerus yang berkepribadian baik, berwawasan global, cinta tanah air dan memiliki jiwa pancasila. Jika seseorang telah memiliki kepribadian muslim pastinya nanti ia menjadikan ajaran Islam sebagai pandangan atau pedoman hidupnya. Tidak hanya itu, ia juga menjadikan pancasila sebagai falsafah kehidupan bagsa. Dengan ini akan menjadikan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama Islam juga sebagai pedoman hidup manusia dan warga bangsa Indonesia. Daftar Pustaka Abuddin Nata, A. N. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Kencana Prenada Media Group. Amir, S. 2013. Pancasila as integration philosophy of education and national character. International Journal of Scientific & Technology Research, 21, 54â57. 262 Creswell, J. W., Hanson, W. E., Clark Plano, V. L., & Morales, A. 2007. Qualitative research designs Selection and implementation. The Counseling Psychologist, 352, 236â264. Dewantara, A. W. 2015. Pancasila Sebagai Pondasi Pendidikan Agama Di Indonesia. CIVIS, 51. Fathani, A. T., & Purnomo, E. P. 2020. Implementasi Nilai Pancasila dalam Menekan Radikalisme Agama. Mimbar Keadilan, 132, 240â251. Fauzi, F. Y., Arianto, I., & Solihatin, E. 2013. Peran guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam upaya pembentukan karakter peserta didik. Jurnal PPKn UNJ Online, 12, 1â15. Fauziyah, N. 2021. Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di Era Pandemi Covid-19 Pada Siswa Kelas V Di MI Darul Ulum Desa Benem Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik. Universitas Muhammadiyah Gresik. Hidayat, N. 2015. Peran dan Tantangan Pendidikan Agama Islam di Era Global. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 121, 61â74. Ibda, F. 2012. Pendidikan moral anak melalui pengajaran bidang studi PPKn dan pendidikan agama. JURNAL ILMIAH DIDAKTIKA Media Ilmiah Pendidikan Dan Pengajaran, 122. Kuswanto, E. 2014. Peranan Guru PAI dalam Pendidikan Akhlak di Sekolah. MUDARRISA Jurnal Kajian Pendidikan Islam, 62, 194â220. Mansir, F. The Response Of Islamic Education To The Advancement Of Science In The Covid-19 Pandemic Era In The Islamic Boarding Schools. AULADUNA Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 81, 20â27. Mansir, F. 2017. Model Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi Islam Studi Pada Umi Dan Uin Alauddin Makassar. Mansir, F. 2018. Diskursus Pendidikan Karakter di Peguruan Tinggi Keagamaan Islam pada Era Milenial. Tadrib, 42, 280â300. Mansir, F. 2019. Implications of Teacher Certification on Professionalism and Welfare of 21th Century PAI Teachers. Tadrib, 52, 138â152. Mansir, F. 2020. Diskursus Sains dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah dan Madrasah Era Digital. Kamaya Jurnal Ilmu Agama, 32, 144â157. 263 Mansir, F. 2020. Identitas Guru PAI Abad 21 Yang Ideal pada Pembelajaran Fiqh di Sekolah dan Madrasah. Muslim Heritage, 52, 435. Mansir, F. 2020. The Leadership of Personnel Management in Islamic Education Emerging Insights from an Indonesian University. Edukasia Islamika, 1â16. Mansir, F. 2020. The Urgency of Fiqh Siyasah In Islamic Education Learning At Madrasas And Schools. POTENSIA Jurnal Kependidikan Islam, 62, 142â154. Mansir, F. 2021. Aktualisasi Pendidikan Agama dan Sains dalam Character Building Peserta Didik di Sekolah dan Madrasah. J-PAI Jurnal Pendidikan Agama Islam, 72. Mansir, F. 2021. The Urgency of Fiqh Education and Family Role in The Middle of Covid-19 Pandemic For Students In School and Madrasah. Kamaya Jurnal Ilmu Agama, 41, 1â10. Mumtahanah, M. 2018. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang Siswa. TARBAWI Jurnal Pendidikan Agama Islam, 301, 19â36. Nishimura, S. 1995. The development of Pancasila moral education in Indonesia. Japanese Journal of Southeast Asian Studies, 333, 303â316. Nurgiansah, T. H. 2021. Pendidikan Pancasila sebagai upaya membentuk karakter jujur. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 91, 33â41. Rindjin, K. 2013. Pendidikan pancasila untuk perguruan tinggi. Gramedia Pustaka Utama. Sanusi, H. P. 2013. Peran Guru PAI Dalam pengembangan Nuansa religius di sekolah. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Taâlim, 112, 143â153. Sinaga, S. 2017. Problematika pendidikan agama islam di sekolah dan solusinya. WARAQAT Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 21, 14. Suharyanto, A. 2013. Peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membina sikap toleransi antar siswa. JPPUMA Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik Universitas Medan Area, 12, 12. Tolchah, M. 2020. Problematika Pendidikan Agama Islam dan solusianya. Kanzun Books. Walidaik, A. 2017. Peran Guru PAI Dalam Mengatasi Masalah Kenakalan Remaja Studi Kasus Pada MA Darussalam Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang. IAIN SALATIGA. ... The development of the nations personality is one of the imperatives of a multicultural nation So for the application of the methods above, it is necessary to have professional educators in teaching and guide the community in achieving the creation of a character that suits the personality of the nation. This nation has a strong foundation in terms of life values, not only that, there are still many people who still have life norms that are by the foundation of this nation, namely Pancasila Mansir & Kian, 2021. But it cannot be discarded the fact that the norms that have been maintained have begun to be eroded by the development of the times and the most affected are the next generations of the nation, this fact proves that the lack of maintenance in Indonesia for the culture attached to the community. ...Firman MansirReligious and socio-cultural education is inseparable in peoples lives. Educational cultural proximity to religion and socio-cultural development become two interrelated and mutually needy sides in solving social problems of society. This research shows that there is a relationship between religious and cultural education that is interrelated, giving birth to changes and responding to the rapid development of the times, thus ushering in a reality of religious life that is full of educational values without losing the local culture. The success of a nation can be seen and measured by the younger generation of its nation in the present and the future. Regarding religious education with culture, it is hoped that there will be the best results from a new generation and have potential with good quality, who can develop the knowledge they have and apply it well in the fabric of education, society, and culture. Thus, religious and socio-cultural education provides answers to various problems in the social development of budaya to religion in the context of educational institutions, be it in schools or madrasas. Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya menjadi dua sisi yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam memecahkan persoalan sosial masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Agama Islam dan budaya yang saling berkaitan, dengan melahirkan perubahan serta merespon berkembangnya zaman yang semakin pesat, sehingga mengantarkan pada sebuah kenyataan kehidupan beragama yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan tanpa menghilangkan budaya setempat. Berhasilnya suatu bangsa dapat dilihat serta diukur dari generasi muda bangsanya pada masa kini serta pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya Pendidikan Agama Islam dengan budaya, sangat diharapkan adanya hasil terbaik dari generasi yang baru dan memiliki potensi dengan kualitas yang baik, yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mengaplikasikannya dengan baik dalam jalinan pendidikan, sosial dan budaya. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya memberi jawaban dari berbagai permasalahan dalam perkembangan sosial budaya terhadap agama dalam konteks lembaga pendidikan, baik itu di sekolah maupun MansirThis study discussed that Islamic boarding schools as educational institutions responded to Covid 19 pandemic era through their educational system. This study aimed to examine how Islamic educational institutions responded to the advancement of science in the current Covid-19 era. The method used was the library research method with a qualitative approach by excavating, discovering, reading, explaining, and conveying implicitly or explicitly to literature from the data. The source data came from articles, journals, and books related to Islamic education, Islamic boarding schools, and the response of Islamic education to the Covid-19 pandemic. In analyzing the data, the researcher used data descriptive and content analyses. The findings indicated that Islamic boarding schools applied online learning during the Covid-19 Pandemic era. Therefore, Islamic boarding schools responded by using science technology in the learning process by developing lesson plans based on the current ini membahas pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang merespon pandemi Covid-19 melalui sistem pendidikannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana lembaga pendidikan Islam menyikapi kemajuan ilmu pengetahuan di era Covid-19 saat ini. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif dengan menggali, menemukan, membaca, menjelaskan, dan menyampaikan secara implisit atau eksplisit ke literatur dari data. Sumber data berasal dari artikel, jurnal, dan buku terkait pendidikan Islam, pesantren, dan respon pendidikan Islam terhadap pandemi Covid-19. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan deskriptif data dan analisis isi. Temuan menunjukkan bahwa pesantren menerapkan pembelajaran online selama era Pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pondok pesantren meresponnya dengan menggunakan iptek dalam proses pembelajarannya dengan mengembangkan RPP berdasarkan situasi saat Heru NurgiansahPerubahan jaman semakin mengikis perilaku peserta didik menjadi arogan, amoral, dan intoleran. Perilaku mereka semakin menjauh dari nilai-nilai agama. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, seperti pengaruh lingkungan dan penggunaan teknologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk membentuk karakter religius melalui Pendidikan Pancasila di kalangan peserta didik SMA PGRI 1 Kasihan Bantul. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi, dan literasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pendidikan Pancasila berhasil membentuk karakter religius peserta didik. Pendidikan Pancasila memiliki peranan penting dalam menyelesaikan segala persoalan khususnya dalam pendidikan karakter. Peneliti berharap agar penelitian berikutnya bisa mendeskripsikan karakter religius sebagai formula untuk menyatukan masyarakat Indonesia yang MansirThis research explains that in 21st century, education is faces by some quite complex challenges. In this 21st century, advances in science and technology in all fields are increasingly narrowing the world. Compared to the previous century, in this century, professional teachers must have a wider range of competences. Teacher in 21st century must be able to improve personal skills, technical skills, social skills and pedagogical skills. Islamic Education teachers in 21st century are also expected to develop positive relationships with students and the school community using technology as a tool to raise teaching standards. Especially in learning Islamic religious education, in fiqh, an ideal or professional teacher is needed to form the skills of a teacher in building the enthusiasm of students in science, religion and technology. The ideal PAI teacher has the ability to develop and combine various learning strategies and methods to spur students' enthusiasm for learning because students nowadays know information very easily. AbstrakPenelitian ini menjelaskan bahwa pada abad 21 ini pendidikan dihadapkan dengan berbagai tantangan yang cukup kompleks. Pada abad 21 ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di semua bidang semakin mempersempit dunia. Dibandingkan dengan abad yang sebelumnya, pada abad ini guru yang profesional harus mempunyai kompetensi yang lebih luas. Guru abad 21 ini harus mampu meningkatkan keterampilan pribadi, keterampilan teknis, keterampilan sosial dan keterampilan pedagogik. Guru PAI abad 21 juga diharapkan dapat mengembangkan hubungan positif dengan peserta didik dan komunitas sekolah, menggunakan teknologi sebagai alat untuk meningkatkan standar pengajaran. Terutama dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, dalam fiqih guru yang ideal atau profesional sangat dibutuhkan untuk membentuk kecakapan seorang guru dalam membangun semangat peserta didik dalam hal sains, ilmu agama dan teknologi. Guru PAI yang ideal memiliki kemampuan untuk mengembangakan dan memadukan berbagai strategi dan metode belajar untuk memacu semangat belajar peserta didik, karena pada zaman saat ini peserta didik mengetahui infomasi-informasi dengan sangat MansirThis research was conducted to analyse what methods are effective in analysing the Role of Religion and Science Education in Forming Student Character Building. Basically, learning is influenced by the determination of the selection of the method used. Islamic religious education and science are different lessons so that as educators need to channel their creativity in delivering material. In this research, the writer used literature review method. So that the results of the study refer to methods that are effectively used. In the analysis of the role of religion and science education in shaping the character building of students. The result of this research is an effective method that can be used by educators in the role of religious education and science. In the formation of character building is the mix method, namely the problem-solving method, the inquiry method and the Discovery MansirLeadership is one of crucial things in an education management. It also happens in Islamic higher education institutions, especially in the case of its personnel management. This study aims to describe the leadership style in a personnel management of an Islamic higher education institution in Yogyakarta, Indonesia. This study belongs to qualitative research by using interview and observation in collecting the data. The obtained data then validated by triangulation and descriptively analyzed to produce relevant interpretation of the data. This research comes into a conclusion that the education success is not only measured from the class management, curriculum, students and so on, but also its personnel management. This study promotes that leadership in personnel management of Islamic higher Education needs good leadership style which based on the principle of siddiq, amanah, tabligh, and fathonah. It can be applied through recruitment, development, promotion and transfer, dismissal, compensation, as well as evaluation of employee MansirThis research studies about the policy of Islamic teacher education PAI about the extent of teacher certification towards the professional attitude they have towards the development of students, especially in the context of the digital age. Teacher certification especially PAI teacher can give professionalism attitude towards students in various learning activities. Meanwhile, the welfare of PAI teachers in Indonesia has increased with the emergence of the certification policy. Furthermore, it has implications for PAI teachers to be able to improve their professionalism in conducting learning obligations. Thus, the process that occurring in the interaction between educators and students can run well. In the end, the goal of Islamic education is to form a muttaqien person realized to the maximum. This research was a library library research that is research sourced from library materials using a qualitative approach. Therefore, it was an exploration of a number of data both primary and secondary data with concrete steps as follows reading and examining in depth primary data such as books which are the results of research, theses or dissertations related to this topic. Therefore, Teacher education policies in the industrial revolution era related to teacher certification especially PAI teachers need to be adjusted to the current context. Thus, teachers in Indonesia are not trapped between policy and reality on the ground faced by students. Our expectation is that there will be no more teachers in Indonesia complaining about their income, no more teachers being victimized by schools or foundations for those who have already been certified. Therefore, the teacher certification policy can make PAI teachers further increase their professionalism and SinagaPendidikan Agama Islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Adapun yang menjadi dasar dari Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qurâan dan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama yang berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah, banyak sekali muncul problematika-problematika. Berbagai problematika yang muncul, bisa berkenaan dengan masalah yang bersifat internal, maupun eksternal. Di antara solusi yang ditawarkan untuk mengatasi problematika pendidikan agama Islam di sekolah adalah melalui pendekatan parsial, mengoptimalkan peranan ranah afektif dan menciptakan iklim religius di lingkungan pendidikanFirman MansirThis study aims to explain some material descriptions of fiqh siyasah covering four things, namely an explanation of the theory of fiqh siyasah in madrasas and schools, factors of fiqh siyasah, the urgency of fiqh siyasah in madrasas and schools and implementation of fiqh siyasah in madras and schools. Therefore, this study explores the theory of fiqh siyasah in madras and schools. The author describes the concept of fiqh siyasah in science, which discusses matters for the affairs of the State. The people of various forms of regulations, laws, and policies. That have been made by leaders who agree with or are in line with the basic teachings of the Sharia in order to realize the benefit of the people. In its implementation, the concept of fiqh can be seen in madrasas so that a comprehensive level of inculcating these fiqh values can be achieved. Therefore, this is very important to be taught to average students. If at the previous school level, students were only required to be able to understand the existing doctrines in fiqh. According to one or more schools, then in this madrasas an understanding of a difference of opinion or view in the prediction of fiqh learning is given. In addition, students must also be able to implement the science of fiqh. In everyday life so that, this becomes a form so that the goals of Islamic education are MansirThe changes in curriculum and everything in between such as development of Islamic education, science, development innovation, change and others are inevitability which generate new challenges in the field. Facing this reality, all element of society expects that the role of Islamic religious education which indeed has taught moral and spiritual value. Therefore the urgency of Islamic religious education in providing teachings or guidelines for social activities becomes a very urgent need. In line with the statement, we need an educators who have creativity and innovation to be able to develop learning well and professionally. No matter how good the curriculum design is, if the delivery is not good, an effective learning will certainly not work. Scientific based learning implementation in Islamic education must be conducted to face dynamic things in educational world including the digital industry development
MenurutAl-Syaibani, kurikulum Pendidikan Agama Islam mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kurikulum pendidikan agama Islam harus menonjolkan mataa pelajaran agama dan akhlak. Agama dan Akhlak itu harus diambil dari al-Qurâan dan Hadis serta contoh-contoh dari tokoh terdahulu yang saleh. 2.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan pendidikan multikultural dalam proses tranformasi lembaga pendidikan Islam. Metode yang digunakan adalah studi literatur melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 landasan pembangunan pendidikan multikultural terdiri atas landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural dan geografis; 2 strategi pengembangan pendidikan multikultural pada lembaga pendidikan Islam dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Strategi pengembangan kuantitatif dengan program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan keilmuan, program inovasi pendidikan multikultural, dan membangun budaya yang mengakomodir semangat dan nilai multikultural di lingkungan lembaga Islam. Sedangkan strategi pengembangan kualitatif adalah program studi intensif Al-Quran dan Sunnah Rosul, program revisi kurikulum, program diklat tenaga pendidik, dan program kearifan lokal. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 128 Corresponding author yeynafista224 EVALUASI Jurnal Manajemen Pendidikan Islam is licensed under The CC BY License PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TRANSFORMASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI DI INDONESIA Yeyen Afista, Rifqi Hawari, Umi Sumbulah Pendidikan Agama Islam, Universitas Hasyim Asyari; Tebuireng Jombang dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jawa Timur, Indonesia Abstract This study aims to analyze the development strategy of multicultural education in the process of transformation of Islamic educational institutions. The method used is a literature review through a qualitative approach. The results show that 1 the foundation of the development of multicultural education consists of the foundation of religion, history, psychology, socio-culture and geography; 2 strategies to develop multicultural education in Islamic educational institutions can be implemented through two approaches, namely quantitative and qualitative. Quantitative development strategies with socialization and internalization programs through scientific activities, multicultural education innovation programs, and building a culture that accommodates multicultural spirit and values in Islamic institutions. Meanwhile, qualitative development strategies are Al-Quran and Sunnah Rosul intensive study programs, curriculum revision programs, training programs for educators, and local wisdom programs. Keywords. Multkultural; Islamic Studies; Trasnformation; Islamic Institutions. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan pendidikan multikultural dalam proses tranformasi lembaga pendidikan Islam. Metode yang digunakan adalah studi literatur melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 landasan pembangunan pendidikan multikultural terdiri atas landasan agama, EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 129 historis, psikologis, sosiokultural dan geografis; 2 strategi pengembangan pendidikan multikultural pada lembaga pendidikan Islam dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Strategi pengembangan kuantitatif dengan program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan keilmuan, program inovasi pendidikan multikultural, dan membangun budaya yang mengakomodir semangat dan nilai multikultural di lingkungan lembaga Islam. Sedangkan strategi pengembangan kualitatif adalah program studi intensif Al-Quran dan Sunnah Rosul, program revisi kurikulum, program diklat tenaga pendidik, dan program kearifan lokal. Keywords. Multkultural; Pendidikan Islam; Transformasi; Lembaga pendidikan Islam. A. PENDAHULUAN Sejarah pendidikan Islam di Indonesia sangat khas dibandingkan dengan wilayah dunia Muslim lainnya, terutama sejak kedatangan kekuatan-kekuatan Eropa hingga saat ini. Penyebaran dan dinamika Islam di Tanah Air diiringi dengan bangkit dan berkembangnya pendidikan Islam. Fakta bahwa Islam memberikan penekanan yang kuat pada pendidikan memotivasi para dai, para ulama, dan penguasa Muslim sejak awal sejarah Islam Indonesia untuk bekerja dengan giat mengembangkan pendidikan Islam. Untuk itu, mereka menggunakan masjid besar dan kecil muáčŁallÄ atau langgar serta lembaga lokal yang sudah ada seperti surau dan pesantren atau pondok sebagai tempat bagi umat Islam, khususnya anak-anak, untuk belajar dan belajar ilmu dasar tentang Islam Syaâadah et al., 2019. Penjajahan Belanda di Indonesia sejak awal abad XVI tidak berdampak pada penurunan pendidikan Islam. Selama periode ini, lembaga pendidikan Islam tidak hanya bertahan tetapi juga mulai dengan sungguh-sungguh melakukan penyesuaian tertentu dengan mengadopsi aspek-aspek tertentu dari pendidikan Eropa. Hal ini terlihat dari munculnya madrasah yang memperkenalkan sistem dan kurikulum klasikal. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi lembaga pendidikan Islam "tradisional" seperti pondok atau pesantren untuk juga memodernisasi diri mereka sendiri Darmawan, 2019. Momentum baru dalam modernisasi pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung setidaknya dalam empat dekade terakhir. Sedikitnya ada dua pendekatan yang ditempuh pertama, dengan mengintegrasikan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 130 sepenuhnya lembaga pendidikan Islam ke dalam pendidikan nasional yang dijalankan dan dibiayai oleh pemerintah dan, kedua, dengan standarisasi pendidikan Islam sesuai dengan standar nasional sementara kepemilikan dan administrasi tetap di tangan umat Islam. Indonesia merupakan salah satu daerah dengan potensi multikultural terbesar di dunia. Hal ini terlihat dari dinamika kehidupan masyarakat yang beragam, baik dari aspek agama, suku, bahasa dan Budaya Samsuri & Marzuki, 2016. Keberagaman yang ada, sebenarnya bisa menjadi salah satu potensi besar bagi kemajuan bangsa. Namun di sisi lain juga berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan jika tidak dikelola dan dikembangkan dengan baik dan langsung. Umat Islam sebagai agama mayoritas, harus berperan aktif dalam mengelola dimensi kebhinekaan bangsa ini. Pendidikan Islam sebagai salah satu instrumen penting peradaban umat, perlu dioptimalkan dengan sebaik-baiknya guna menata dinamika keberagaman agar menjadi potensi kemajuan. Multikultural berarti 'keanekaragaman budaya. Istilah multikultural sendiri terbentuk dari kata 'multi' yang artinya jamak; Banyak atau beragam, dan 'kebudayaan' yang artinya kebudayaan Nadlir, 2016. Budaya atau budaya merupakan ciri-ciri perilaku manusia yang dipelajari, tidak diturunkan secara genetik dan spesifik, sehingga budaya masyarakat tertentu dapat berbeda dengan budaya masyarakat lainnya. Dengan kata lain Budaya merupakan ciri khas bagi setiap individu orang atau suatu kelompok comunitee yang sangat mungkin berbeda satu sama undang-undang pendidikan, paradigma multikultural secara implisit disebutkan dalam No. 20 tahun 2003, pada bab III Pasal 4 yang membahas tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan Pendidikan Irawati & Susetyo, 2017. Melalui pasal ini dijelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya dan kebhinekaan bangsa, dalam sesuai dengan nilai-nilai dasar Negara yaitu dalam konteks pembangunan Pendidikan Islam multikultural, pengakuan atas segala bentuk kebhinekaan. Tentu saja tidak cukup, tetapi bagaimana memperlakukan keberagaman dengan prinsip keadilan. Dimensi 'keberagaman' yang menjadi esensi dari konsep multikultural kemudian berkembang menjadi gerakan yang disebut multikulturalisme Chin, 2019. Memang upaya menampung dan menata dinamika kebhinekaan melalui agenda pendidikan Islam cukup banyak dilakukan. Tidak sedikit gagasan atau gagasan tentang multikultural yang EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 131 diaktualisasikan dalam diskusi dan praktik pendidikan Islam. Namun jika dilihat dari konsep pengembangan dan implementasinya belum berjalan seperti yang diharapkan. Penyelenggaraan pendidikan Islam multikultural khususnya di lembaga pendidikan Islam masih dihadapkan pada berbagai persoalan. Keberagaman suku bangsa di Indonesia turut mempengaruhi keanekaragaman budaya Indonesia. Dengan demikian, dari penelitian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya tentang pendidikan multikultural baik secara teori maupun studi lapangan masih belum mengarah pada pengertian yang lebih serius tentang pentingnya lembaga pendidikan multikultural yang dilakukan pada lembaga pendidikan Islam dan bagaimana strategi yang dilakukan oleh pendidik dalam pengajaran pendidikan multikultural dalam lembaga pendidikan agama Islam. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan studi pustaka literatur study yang menitikberatkan pada isu-isu penting seputar strategi pengembangan lembaga pendidikan Islam dan multikultural di lembaga pendidikan Islam. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dari artikel jurnal dan buku yang berkaitan dengan pengembangan lembaga pendidikan Islam dan multikultural di lembaga pendidikan Islam. Analisis data menggunakan dua teknik, yaitu 1 analisis deskriptif, yaitu upaya mengumpulkan dan menyusun data, kemudian menganalisis data; dan 2 analisis isi, yang ditujukan pada proses analisis isi dalam data deskriptif Sujarweni, 2015. Sedangkan teknik analisis datanya menggunakan studi pustaka, menulis dan merangkum semua artikel dan buku yang terkait dengan pengembangan lembaga pendidikan Islam dan multikultural di lembaga pendidikan Islam serta mempelajari buku dan artikel yang berkaitan dengan data sumber lain. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari Pesantren ke Madrasah Transformasi Pendidikan Islam Awal abad dua puluh merupakan periode penting yang menyaksikan transformasi signifikan dalam pendidikan Islam di Indonesia, yang dimulai EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 132 dengan pemerintah Belanda membangun sekolah modern, sejalan dengan diperkenalkannya âkebijakan etisâ yang menunjukkan kepedulian mereka terhadap kesejahteraan masyarakat. orang asli. Dengan kebijakan baru ini, pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sistem sekolah baru, terutama volkschoolen sekolah rakyat, yang dimaksudkan untuk memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak pribumi Indonesia. Volkschoolen awalnya didirikan pada tahun 1860-an di beberapa kota di Indonesia, khususnya Batavia sekarang Jakarta dan Semarang, Jawa Tengah. Setelah gagal mendapatkan respon positif di Batavia dan Semarang, mereka mendapat banyak antusiasme di Sumatera Barat. Alhasil, sekolah-sekolah ini pada akhirnya mampu melahirkan elite terpelajar Indonesia baru, khususnya yang berasal dari Sumatera Barat. Mereka membentuk segmen yang sangat penting dari masyarakat Indonesia dan sebagai akibatnya menentukan sebagian besar perjalanan sejarah Indonesia pada periode-periode berikutnya Muzakir, 2017. Pada saat yang sama, jaringan antara Muslim Indonesia terpelajar dengan reformisme Islam atau modernisme di Kairo, Mesir, juga mulai menemukan lahan subur di Nusantara. Kairo semakin menjadi tujuan ilmiah baru bagi pelajar Indonesia dalam mencari ilmu. Berbeda dengan Mekkah sebagai pusat tradisi terpenting keilmuan Islam Indonesia, Kairo membekali mahasiswa dari berbagai belahan dunia Muslim juga dengan ide-ide reformisme atau modernisme Islam, di samping pengalaman hidup di lingkungan perkotaan yang âmodernâ. Sekolah Islam dan percetakan semakin menjadi fenomena umum. Tak kalah pentingnya, Kairo juga menjadi pusat aktivisme politik di kalangan pelajar Indonesia yang datang ke kota ini dalam jumlah yang terus meningkat Ibrahim, 2019. Alhasil, jaringan Kairo mempercepat transformasi pendidikan Islam Indonesia, yang ditunjukkan dengan didirikannya berbagai lembaga pendidikan Islam baru oleh alumni Kairo dan rekan-rekan modernis lokalnya yang mengadopsi sistem modern sekolah Belanda, sebuah alternatif dari sistem tradisional pesantren. Bangkitnya lembaga pendidikan Islam modern, madrasah, oleh karenanya menjadi bagian penting dari gerakan Islam di awal abad dua puluh. Oleh karena itu, madrasah tidak hanya memperkenalkan metode dan sistem pengajaran baru seperti mengadopsi sistem kelas, menggunakan buku teks dan ilmu pengajaran baru selain ilmu agama Islam; Ia juga mulai EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 133 berfungsi sebagai forum untuk menyebarkan ide-ide tentang reformasi Islam. Madrasah juga segera menjadi lokus bagi penciptaan Muslim modern dan progresif. Perkembangan ini mulai muncul sebagai wacana dominan di Indonesia bersamaan dengan bangkitnya nasionalisme Indonesia. Dari sudut pandang inilah orang dapat mengatakan bahwa madrasah memiliki dimensi budaya dan politik sosial keagamaan yang kuat dalam kebangkitan dan perkembangan nasionalisme Indonesia. Pengenalan madrasah memiliki efek modernisasi tidak hanya pada institusi pendidikan Islam lainnya tetapi juga pada dinamika masyarakat Muslim Indonesia. Dalam perspektif komparatif, di pesantren, santri belajar agama dari kyai dan menggunakan kitab kuning sebagai satu-satunya sumber ilmu Muzakkir, 2017. Madrasah selain menggunakan buku-buku baru, menyisipkan metode baru untuk lebih memahami Islam dalam perspektif modern. Selain itu, jika pesantren diharapkan menghasilkan 'ulamÄ', maka madrasah diharapkan melahirkan umat Islam yang terpelajar Muslim terpelajar atau, pada akhirnya, melahirkan intelegensia bahkan ulamÄ 'intelektual. Sejalan dengan perkembangan tersebut, Abdullah Ahmad 1878â1933, salah satu tokoh Islam modernis terkemuka, mendirikan sekolah di Padang pada tahun 1909. Pendirian sekolah ini merupakan bagian dari upaya untuk melahirkan umat Islam yang berwawasan modern, sesuai dengan gagasan transformasi modern umat Islam di Sumatera Barat saat itu. Visinya adalah sekolah harus menjadi wadah untuk menyebarkan ide-ide baru tentang Islam modernis. Perlu dicatat bahwa sekolah ini didasarkan pada model Belanda; jadi sebenarnya bukan madrasah yang didasarkan pada pemikiran Islam tentang pendidikan, atau lembaga pendidikan berbasis pesantren Husmiaty Hasyim, 2015. Selain itu, Abdullah Ahmad menerbitkan jurnal pertama tentang reformasi Islam di Indonesia yang juga berperan penting dalam penyebaran modernisme Islam. Beberapa sekolah serupa kemudian didirikan. Munculnya semua institusi pendidikan ini menunjukkan fakta bahwa modernis Minangkabau cenderung mengambil sekolah model Belanda daripada sekolah berbasis Islam. Berbasis model Belanda, sekolah mereka memiliki ciri khas Islam dengan menambahkan sejumlah mata pelajaran agama Islam dalam kurikulum mereka. Transformasi pendidikan Islam berlanjut secara intensif dengan didirikannya lebih banyak sekolah semacam itu dan transformasi surau, lembaga pendidikan Islam tradisional di Sumatera Barat, menjadi lembaga pendidikan modern. Sering disebut surau dengan sistem kelas, berbagai ormas Islam memutuskan untuk bersatu dan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 134 membentuk federasi. Setelah itu, perkembangan serupa terjadi di suraus lain di Sumatera Barat Husmiaty Hasyim, 2015. Semua sekolah baru ini merepresentasikan kecenderungan lain di kalangan modernis Sumatera Barat, yaitu mentransformasikan lembaga pendidikan berbasis Islam - yaitu surau tradisional - menjadi lembaga pendidikan modern. Basisnya tetap Islam, tetapi pada saat yang sama mencakup mata pelajaran umum modern. Meskipun disebut "sekolah", sebenarnya mereka adalah "madrasah". Selain Sumatera Thawalib, transformasi pendidikan Islam juga terlihat dari sejumlah madrasah yang didirikan oleh lulusan al-Azhar sepulang dari studi di Mesir. Mahmud Yunus Wardana, 2019 menunjukkan dengan jelas bahwa dengan meningkatnya jumlah lulusan al-Azhar yang kembali ke Indonesia, upaya untuk memasukkan ilmu-ilmu selain ilmu agama Islam ke dalam kurikulum lembaga pendidikan Islam semakin cepat. Beberapa madrasah mulai memasukkan ilmu umum ke dalam kurikulumnya. Selain mengajarkan ilmu-ilmu Islam, madrasah-madrasah ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum yang juga diajarkan di sekolah modern Belanda. Sekolah lain adalah Islam Normal Kulliah Mu'alimin Islamiah yang didirikan oleh Persatuan Guru Agama Islam PGAI pada tahun 1931. Perlu juga dicatat bahwa Perguruan Tinggi Islam didirikan juga oleh Persatuan Muslim Indonesia Persatuan Muslim. Indonesia, PERMI pada tahun yang sama. Selain itu ada juga Training College yang didirikan oleh perguruan tinggi lain. Sedangkan di Jawa, transformasi pendidikan Islam terutama dilakukan oleh Muáž„ammadÄ«yah; organisasi Islam modernis terbesar di Indonesia didirikan pada tahun 1912 oleh Ahmad Dahlan 1869â1923. Seperti halnya pembangunan di Minangkabau, upaya transformasi pendidikan yang dilakukan oleh MuhammadÄ«yah juga dilandasi oleh gagasan untuk mencapai kemajuan umat Islam Indonesia. Ahmad Dahlan sangat menekankan perlunya mentransformasikan pendidikan Islam Ilham, 2020. Bagi Dahlan, ketertinggalan terutama umat Islam Jawa dibandingkan dengan Kristen terletak pada sistem pendidikan tradisional pesantren, yang menurutnya sudah tidak mampu lagi memberikan solusi bagi perubahan masyarakat. Untuk itu, Dahlan berupaya âmembangun lembaga pendidikan dengan menerapkan sistem sekolah modern sekolah, sehingga proses pengajaran dapat terlaksana dengan baik Ilham, 2020. Alih-alih pesantren dan madrasah, Ahmad Dahlan bersama MuÄ«ammadÄ«yah membangun sekolah Islam modern. Ia menambahkan unsur-unsur Islam ke dalam sistem EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 135 pendidikan Belanda yang diadopsi, di mana para siswa diberikan pelajaran sekuler dan Islam. Akibatnya, salah satu model sekolah MuhammadÄ«yah adalah âHIS met de QurâÄn,â atau mata pelajaran agama Islam. Dengan ini, Muhammadiyah mengambil peran utama dalam upaya mengintegrasikan Islam ke dalam sistem pendidikan modern sekolah Belanda. Pesantren Muhammad berkembang pesat seiring dengan penyebaran organisasi di seluruh Indonesia. Hingga tahun 1932, organisasi muhammadiyah memiliki sekitar 316 sekolah di pulau jawa dan madura; Dari jumlah tersebut sebanyak 207 sekolah umum yang mengadopsi sistem dan metode pendidikan Barat, 88 sekolah agama dan 21 sekolah lainnya. Jumlah sekolah muhammadiyah terus bertambah seiring dengan penyebarannya ke setiap pelosok tanah air. Ini harus dilihat sebagai kontribusi nyata organisasi terhadap pendidikan Islam Indonesia. Melalui sekolah-sekolahnya, MuÄ«ammadÄ«yah mengajarkan pendidikan Islam dan umum, berdasarkan tujuannya untuk menghasilkan umat Islam yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang ilmu pengetahuan modern dan juga pengetahuan Islam. Lembaga pendidikan dibawah naungan Muhammadyah mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi dikembangkan untuk menghasilkan umat Islam yang terpelajar yang baik sehingga memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia modern dengan basis Islam yang kuat. Kuatnya gelombang transformasi pendidikan Islam Indonesia yang diwakili oleh kebangkitan sekolah dan madrasah Islam akhirnya menyentuh pesantren yang sejak lama menjadi sasaran kritik para pemikir dan pemimpin modernis seperti Ahmad Dahlan. Sambil tetap mempertahankan aspek tradisional sistem pendidikan, beberapa pesantren di Jawa mulai memodernisasi aspek-aspek tertentu dari lembaganya seperti manajemen, kurikulum, dan adopsi sistem madrasah. Pengalaman pesantren Tebuireng di Jawa Timur patut disebutkan di sini. Pesantren ini dibangun oleh salah satu ulama terkemuka di Jawa pada abad ke-20, Kyai Hasyim Asy'ari 1871â1947. Ini menjadi model bagi pesantren lain di Jawa. Hampir semua pesantren terkemuka di Jawa dibangun oleh mantan santri Kyai Hasyim Asy'ari, sehingga menerapkan muatan pendidikan dan metode yang serupa dengan yang ada di Tebuireng Subhan, 2016. Dengan berdirinya organisasi tradisionalis Nahdlatul Ulama NU, pada tahun 1926, Kyai Hasyim Asy'ari memperoleh posisi sentral dalam tradisi 'ulamÄ' dan pesantren di Jawa. EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 136 Tren Baru Lembaga Pendidikan Islam Banyak upaya telah dilakukan baik oleh komunitas Muslim maupun pemerintah Indonesia untuk memodernisasi pesantren dan madrasah dan bahkan semua lembaga pendidikan Islam dari BustÄn al-AáčfÄl taman kanak-kanak hingga tingkat universitas. Semua upaya tersebut dilakukan untuk mencapai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk memenuhi kebutuhan praktis masyarakat serta untuk meminimalkan kesenjangan sumber daya dan kualitas antara lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh Kemenag dan sekolah umum yang diselenggarakan oleh Kemendikbud. Keberhasilan masyarakat dan pemerintah dalam mengembangkan dan memodernisasi pesantren dan madrasah telah secara signifikan mengubah citra lembaga pendidikan Islam. Semua proses transformasi ini bertepatan dengan kebangkitan kesadaran beragama baru di kalangan umat Islam Indonesia sejak periode 1990-an, yang dikenal sebagai periode santrinisasi santrinisasi atau menjadi lebih saleh atau Islamisasi, di kalangan generasi baru dan muda. keluarga Muslim di perkotaan. Terbukti banyak dari mereka sekarang adalah kelas menengah. Keluarga-keluarga ini adalah lulusan universitas terkemuka baik di Indonesia maupun di luar negeri, dan mereka sangat tertarik pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi kurang memiliki pendidikan agama; oleh karena itu, mereka mencari cara yang efisien bagi anak-anak mereka untuk lebih memahami dan mempraktikkan ajaran Islam, dan lembaga pendidikan Islam akan memenuhi kebutuhan ini. Beberapa percaya bahwa kesadaran religius perkotaan baru ini dihasilkan dari kemajuan pendidikan, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan kebangkitan global kesadaran Islam karena gerakan internasional dan dampak dari televisi, penyiaran radio serta Internet, dan, yang lebih penting, akses yang mudah ke banyak informasi tentang Islam di media cetak seperti buku, jurnal, dan majalah. Perkembangan ini pada gilirannya menimbulkan munculnya perasaan ghirah sentimen tertentu untuk juga mengembangkan dan memajukan umat Islam secara umum vis-Ă -vis masyarakat lain di Indonesia. Oleh karena itu, dari sisi pendidikan, dapat dimaklumi jika mereka lebih memperhatikan kualitas output pesantren bagi masa depan pendidikan dan karir anaknya. Mereka bersikeras agar anak-anak mereka mengenyam pendidikan sains dan teknologi di satu sisi, tetapi juga berharap mereka EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 137 terbiasa dengan tradisi dan praktik keagamaan di sisi lain. Terbukti bahwa kelas menengah muslim inilah yang menjadi aktor utama perkembangan trend baru lembaga pendidikan Islam. Mereka memprakarsai dan berinvestasi dalam pengembangan cabang baru sekolah Islam madrasah sebagai genre baru lembaga pendidikan Islam. Dalam banyak hal, sekolah Islam baru ini bersifat âsekulerâ atau sekolah umum dalam hal sistem dan kurikulumnya. Beberapa dari sekolah baru ini secara eksplisit diberi nama sekolah Islam, sedangkan yang lain diberi nama sekolah teladan sekolah model atau sekolah unggulan. Namun, sekolah Islam baru membuat beberapa penyesuaian pada kurikulum Kemendikbud. Mereka lebih menekankan pada mata pelajaran tertentu seperti ilmu alam dan sosial dan pada bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Dalam perkembangan yang lebih mutakhir, beberapa sekolah Islam baru mengadopsi sistem pesantren untuk menyelenggarakan pendidikan 24 jam Mukhlis, 2017. Sekolah Islam yang baru ini lebih menekankan pada nilai-nilai keislaman dalam interaksi sehari-hari, daripada menekankan pengetahuan Islam hanya sebagai materi pelajaran yang diajarkan secara teratur di kelas. Dalam pengertian ini, sekolah Islam tidak menganggap ilmu-ilmu Islam sebagai mata pelajaran inti dalam kurikulum seperti di pesantren, madrasah, dan sekolah Islam lama atau hanya sebagai mata pelajaran tambahan seperti yang terlihat di sekolah umum. Yang ditekankan oleh sekolah Islam baru adalah bertujuan untuk membangun karakter Islami siswa berdasarkan etika dan nilai-nilai agama. Dengan kata lain, agama tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pengetahuan kognitif sebagaimana yang telah dituangkan dalam kurikulum melainkan untuk dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu, Islam harus dipraktekkan sebagai nilai dan etika yang menjadi kebiasaan siswa dalam kehidupannya. Oleh karena itu, di sekolah Islam baru; eksposisi rinci ilmu-ilmu Islam yang biasa diajarkan di pesantren dan madrasah hampir tidak tersedia. Perlu juga disebutkan bahwa sekolah Islam dengan genre baru ini dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap seperti ruang kelas ber-AC, perpustakaan, laboratorium, dan arena olahraga serta layanan pendidikan dan pengajaran lainnya seperti komputer, Internet, dan, tentu saja, kurikulum ekstra yang terorganisir dengan baik. Sebagai lembaga modern, sekolah Islam baru dijalankan oleh para profesional dalam hal manajemen, proses belajar mengajar, dan pengembangan kurikulum. Guru, manajer, dan staf administrasi direkrut dalam seleksi yang sangat kompetitif, dan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 138 kebanyakan dari mereka memperoleh gelar yang lebih tinggi dan berkualitas. Demikian pula, persyaratan untuk diterima sebagai siswa di sekolah ini juga sangat kompetitif. Hanya mereka yang mencapai nilai tertentu dalam tes masuk dan lulus wawancara yang dapat diterima. Oleh karena itu, sekolah Islam baru ini sangat mahal baik dari segi biaya masuk maupun biaya bulanan lainnya. Tidak mengherankan, karena sekolah semacam ini didirikan antara lain untuk menarik kaum Muslim kelas menengah di perkotaan dan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan berkualitas bagi anak-anaknya yang memadukan ilmu sekuler dan nilai-nilai agama. Dengan ciri-ciri seperti ini, tidak mengherankan jika sekolah Islam swasta baru dalam banyak kasus mampu menggantikan kualitas sekolah negeri atau madrasah negeri milik negara yang dikelola oleh Kemendikbud dan Kemenag. Model lain dari genre baru ini yang layak disebut adalah Sekolah Madania di bawah Yayasan Madania. Lembaga ini didirikan pada pertengahan 1990-an. Awalnya, Madania membuka dan mengadopsi model pesantren pesantren untuk jenjang SMA. Namun, model pesantren ini sudah tidak tersedia lagi karena kendala teknis dan biaya yang sangat tinggi. Sekolah ini kini juga terkenal dengan upayanya untuk mempromosikan gagasan pluralisme dan multikulturalisme. Karena itu, Madania menerima mahasiswa non-Muslim. Itu juga mempertahankan ajaran agama mingguan untuk siswa non-Muslim dengan memiliki kelas agama yang mereka anut. Ketentuan ini tentu saja sangat umum untuk sekolah umum sekolah umum di bawah Kemendikbud atau untuk beberapa sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan Katolik, tetapi cukup berbeda untuk lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan komunitas Muslim. Saat ini, sekolah ini memiliki setidaknya lebih dari 3% siswa non-Muslim. Sejalan dengan gagasan pluralisme dan multikulturalisme, Madania sangat menekankan pada pembentukan karakter individu dan keterampilan hidup dalam menanggapi globalisasi dengan memperkenalkan siswa pada bahasa lain dan orientasi budaya dari peradaban lain seperti yang ada di China dan Jepang. Model unik lainnya adalah SMU Insan Cendekia yang dirintis pada tahun 1996 sebagai Sekolah Menengah Atas Umum SMU oleh beberapa ilmuwan terkemuka. SMU Insan Cendekia bertujuan menghasilkan ilmuwan muslim yang juga berwawasan keislaman. Selain itu, juga menawarkan kesempatan dan beasiswa bagi lulusan untuk melanjutkan studi lanjutan di luar negeri tentang sains dan teknologi di Jerman, khususnya. Sekolah ini juga mengadopsi sistem sekolah berasrama. Beberapa tahun lalu, sekolah ini EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 139 dialihfungsikan menjadi Madrasah Aliyah Negeri MAN dan ditempatkan di bawah Kemenag. Strategi Pengembangan Pendidikan Multikultural di Lembaga Pendidikan Islam Perkembangan pendidikan Islam multikultural di Indonesia tidak dapat dipungkiri menghadapi berbagai tantangan, antara lain 1 Aspek sosial budaya yaitu munculnya pertentangan dalam sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai pendidikan multikultural, terutama dari kelompok masyarakat yang cenderung bersifat tekstualis, baik dari Muslim maupun non-Muslim; 2 aspek politik yaitu tantangan para penentu kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif, karena belum memiliki kesamaan visi dalam mengembangkan pendidikan Islam multikultural; 3 Aspek pendidikan yaitu dari lembaga atau praktisi pendidikan yang masih memiliki pandangan berbeda tentang urgensi dan penyelenggaraan pendidikan Islam multikultural; 4 Globalisasi, pengaruh globalisasi yang begitu besar terhadap tatanan masyarakat dunia dan juga pengaruhnya terhadap agama. kehidupan; 5 Radikalisme Islam, yaitu gerakan yang mempertahankan eksistensi dan ortodoksi agama dengan jalan kekerasan, sehingga cenderung tidak menginginkan adanya keberagaman; dan 6 Perbedaan pandangan tentang relasi agama dan kenegaraan yang sulit untuk disatukan sehingga mempengaruhi perkembangan pendidikan multikultural Arifin, 2018. Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan pendidikan Islam multikultural di lembaga pendidikan Islam harus memperhatikan bahwa nilai-nilai multikultural yang sudah melekat sejak bangsa Indonesia ada melalui falsafah bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika, seperti Gotong Royong, antara lain mendampingi, dan menghargai antara lain. , merupakan modal penting untuk mengembangkan pendidikan Islam multikultural agar menjadi lebih besar dan lebih baik, khususnya di lembaga pendidikan Islam Arifin, 2018. Sebagai perbandingan, pendidikan multikultural yang berkembang di negara barat seperti Amerika Serikat merupakan proses pendidikan yang menekankan pada strategi pembelajaran dengan menjadikan latar belakang siswa budaya yang beragam sebagai dasar untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung dan memperluas konsep budaya, perbedaan, persamaan, dan demokrasi dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Alam & Daflizar, 2018. Penyelenggaraan pendidikan multikultural yang berlangsung EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 140 di Amerika menempatkan keberagaman peserta didik sebagai faktor penting yang dapat mendukung penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan multikultural secara lebih luas. Bagi institusi pendidikan Islam di Indonesia, beberapa kajian yang dirangkum dalam Landasan Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural dan potensi tantangan yang akan dihadapi, dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan pendidikan Islam multikultural. Strategi pembangunan yang dimaksud tentunya harus menjadikan prinsip-prinsip nilai yang terkandung dalam ajaran Islam sebagai landasan utama dalam proses pembangunan. Secara kuantitatif, strategi Pengembangan Pendidikan Islam multikultural yang dapat ditempuh adalah pertama, program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan keilmuan, dengan memperluas referensi atau bahan bacaan tentang pengembangan Pendidikan Islam multikultural Wahyuddin & Hanafi, 2017. Referensi atau bahan bacaan tersebut perlu diatur dengan memperhatikan pembaca sasaran. Halidijah 2011 mengatakan bahwa âMeskipun informasi dapat ditemukan dari media lain seperti televisi dan radio, namun peran membaca tidak dapat sepenuhnya tergantikan. Membaca tetap memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, karena tidak semua informasi didapat dari televisi dan radio media. âDengan memperluas materi bacaan multikultural yang disesuaikan dengan target audiensnya, maka akan semakin memperluas proses sosialisasi dan internalisasi pendidikan multikultural di semua kalangan. Kedua, program Inovasi Pendidikan multikultural. Program ini dapat dilakukan secara individu atau kelompok atau melibatkan masyarakat luas. Pelaksanaan program Inovasi Pendidikan Multikultural perlu disesuaikan dengan lingkungan dan level kelompok yang dihadapi. Bentuk kegiatan dari program inovasi pendidikan multikultural, di antaranya pendidikan multikultural melalui program bahasa holistik yang dapat diterapkan pada anak-anak di lembaga pendidikan anak usia dini Halidjah & Siti, 2011, Transformasi pembelajaran dengan pendekatan dialog dan pengembangan toleransi di lingkungan sekolah, Kemudian pembelajaran karakter multikultural melalui program P3K psikologis yang ditujukan khusus pada korban bencana alam. Untuk mendorong program inovasi pendidikan multikultural dapat diupayakan melalui kegiatan kompetisi, pelibatan forum atau komunitas yang peduli pada isu multikultural, kegiatan seminar, penyuluhan, dan khususnya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Ketiga, membangun budaya yang mengakomodir jiwa dan nilai multikultural, baik di EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 141 lingkungan lembaga pendidikan Islam maupun masyarakat. Pengembangan budaya multikultural dalam lingkungan pendidikan dapat diupayakan melalui pembelajaran berbasis multikultural, sehingga sikap dan pola pikir peserta didik akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Penting untuk menghapus segala bentuk praktik diskriminasi Halidjah & Siti, 2011. Pengembangan budaya multikultural di masyarakat dapat dilakukan dengan memanfaatkan forum atau media pendidikan Islam, seperti ceramah agama, dakwah jumat, syukuran ta'lim, acara-acara publik dan lain sebagainya. Pengembangan kualitatif selanjutnya, strategi yang dapat diupayakan adalah pertama, program asesmen intensif untuk memperkuat membangun budaya epistemologi pendidikan Islam multikultural. Masih banyak teori yang didominasi oleh para pemikir Barat yang bersumber dari filsafat postmodernisme. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian yang didasarkan pada sumber-sumber Islam Alquran dan As-Sunnah itu sendiri. Menurut Suparman Arifin, 2018, pandangan Alquran tentang multikultural pada hakikatnya sudah ada dalam Islam sejak zaman Rasulullah sampai sekarang. Keragaman justru kekayaan intelektual yang akan diteliti, sebagaimana tertuang dalam ayat-ayat Alquran yang menjelaskan hal tersebut. Melalui pendidikan multikultural diharapkan setiap individu atau kelompok dapat menerima dan menghargai setiap perbedaan, hidup berdampingan secara damai dan tentram, sehingga membentuk negara dan bangsa yang damai dan sejahtera. Secara konseptual, pandangan al-Qur'an tentang multikultural terdiri dari lima karakter, yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun tiga aspek saling saling percaya, memahami, dan menghormati, berpikiran terbuka, menghargai dan saling ketergantungan, serta penyelesaian masalah. konflik dan rekonsiliasi kekerasan. Dengan demikian, konsep pendidikan multikultural pada hakikatnya sangat selaras dengan ajaran Islam, yakni dalam mengatur tatanan manusia di Bumi. Oleh karena itu, pendidikan Islam multikultural telah memberikan sedikit harapan dalam mengatasi berbagai permasalahan masyarakat yang terjadi belakangan ini dan juga sebagai konsep pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, kepercayaan, heterogenitas, pluralitas, keberagaman, sehingga perlu diperdalam dan digali. sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan As Sunah. Kedua, program Revisi Kurikulum untuk memperkuat nilai-nilai multikultural dalam program pendidikan, baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Kurikulum tingkat sekolah saat ini, belum sepenuhnya mengakomodir EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 142 semangat dan nilai multikultural. Menurut Lundeto 2018, salah satu alasan utama masuknya program pendidikan multikultural di sekolah adalah untuk memperbaiki kekurangan dalam penyusunan kurikulum. Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mempelajari latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai kelompok etnis dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif, analitis, dan komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan antara kelompok yang ada. Landasan psikologis pendidikan multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang tersebut merupakan bagian dari tujuan pendidikan multikultural yang memberikan kontribusi pada pengembangan pribadi siswa, yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada pencapaian intelektual, akademik, dan sosial siswa secara keseluruhan. Ketiga, program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman pendidik tentang signifikansi dan urgensi multikultural, dan bagaimana pendidik dapat menerapkannya dalam proses pengajaran. Harus diakui bahwa sebagian pendidik sendiri masih berpikiran rendah tentang dinamika keberagaman dan perbedaan, sehingga diperlukan upaya internalisasi di kalangan pendidik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman yang intensif tentang pendidik yaitu melalui pelatihan, bahan bacaan dan ruang kreativitas menulis tentang pendidikan multikultural. Dalam konteks metode pengajaran inklusif pendidikan agama, hubungan antara guru dan peserta didik bersifat dialogis komunikatif. Guru tidak dipandang sebagai satu-satunya sumber belajar, begitu pula sebaliknya. Bagaimanapun, guru dan peserta didik sama-sama sebagai subjek pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran di dalam kelas akan dinamis dan hidup. Pengajaran pendidikan agama tidak hanya dipahami sebagai transfer ilmu, tetapi juga sebagai passion dan amalan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran agama pada gilirannya memiliki keterkaitan yang erat dengan hakikat yang sebenarnya, bukan hanya di akhirat okultisme. Keempat, Program Kearifan Lokal, yaitu pengembangan budaya lokal yang sarat dengan nilai moral dan tidak bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Islam. Kearifan lokal pada hakikatnya merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang diyakini benar dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Kearifan lokal merupakan kecerdasan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 143 manusia yang tergolong dalam suku tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat Prasetawati & Asnawi, 2018. Pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal, dapat dilakukan dengan program deradikalisasi Islam yang terdiri dari dua tahap, yaitu 1 deradikalisasi dilakukan sedini mungkin dengan melakukan tindakan preventif terhadap paham radikal preventif deraddaic, dan 2 deradikalisasi dilakukan melalui pelestarian pemahaman Islam lil'alamin, sehingga membangun masyarakat Islam yang toleran dan Cinta Damai rahmatan lil'alamin. Pengembangan budaya lokal dalam implementasinya di lingkungan pendidikan, dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada peserta didik untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan atau acara budaya lokal yang ada dimasyarakat. Khusus bagi mahasiswa, program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang telah terintegrasi dalam kurikulum pendidikan, perlu dibekali dengan konten atau nilai multikultural yang lebih spesifik. Dengan demikian, dari berbagai pandangan tentang pendidikan multikultural selalu berkaitan erat dengan landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural dan geografis. Landasan terbentuknya multikultural dengan melihat aspek-aspek tersebut, sehingga multikultural tidak dipahami sebagai konflik. Namun yang membedakan adalah pembedaan suku, tanpa pertentangan seperti yang diajarkan Tuhan, bahwa Tuhan sama sekali tidak melihat perbedaan, tetapi yang membedakannya adalah takwa. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan penguatan terhadap pendidikan multikultural di lembaga pendidikan Islam, perlu dilakukan latihan-latihan terkait pendidikan multikultural agar tidak terjadi diskriminasi pada peserta didik. Kajian pendidikan Islam multikultural telah banyak dilakukan dalam berbagai kajian penelitian sebelumnya, seperti yang telah disebutkan pada bagian akhir pendahuluan, namun kajian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya, seperti Amar 2014, memfokuskan pada kajian landasan normatif terkait Al-Qur'an. Ayat ini sebagai inspirasi pendidikan Islam di era multikultural. Arif 2017 mengkaji model pendidikan Islam berbasis multikultural yang beberapa tokoh dipandang sebagai konsep yang paling cocok diterapkan di Indonesia. Sedangkan penelitian Azzuhri 2012 berfokus pada konsep multikulturalisme dan pluralisme dalam pendidikan agama. Zain 2013 juga meneliti pengembangan pendidikan Islam multikultural berbasis manajemen sumber daya manusia. Dari hasil kajian penelitian sebelumnya, masih belum dibahas secara mendesak tentang Landasan Pengembangan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 144 Pendidikan Islam Multikultural dan Strategi Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural pada Lembaga Pendidikan Islam secara lebih spesifik. Dari penelitian sebelumnya, pendidikan multikultural dilakukan di lembaga pendidikan, baik di pendidikan Islam maupun pendidikan formal. Hanya menyentuh pada beberapa aspek, belum pada keseluruhan aspek, baik dari pendidik, pemahaman siswa tentang perbedaan dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai seorang guru tidak hanya dituntut tentang kompetensi sosial, pedagogik, kepribadian, profesional, tetapi juga dituntut tentang kompetensi budaya. Artinya setiap pendidik yang ditugaskan di daerah tertentu dengan agama Islam sebagai prioritas, sehingga guru diharapkan tidak hanya mengajarkan materi pelajaran yang terdapat di dalam buku teks, tetapi juga dapat menggunakan kurikulum tersembunyi dalam setiap penyampaian materi yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung. D. KESIMPULAN Logika di balik perkembangan lembaga pendidikan Islam mungkin berbeda satu dengan yang lainnya. Pesantren, madrasah, sekolah Islam lama, dan sekolah Islam baru dalam beberapa hal berbeda cara mereka berkembang. Namun kesemuanya itu telah sampai pada satu tujuan, yaitu mengembangkan lembaga pendidikan Islam yang berkualitas bagi umat Islam Indonesia. Pada titik ini, semua lembaga pendidikan Islam sepakat bahwa sistem pendidikan Islam yang dapat menanamkan nilai-nilai agama dan moral dalam kurikulum modern sangat penting dan prospektif. Dengan itu lembaga pendidikan Islam mungkin akan dapat mempertahankan peran instrumentalnya dalam kelanjutan modernisasi umat Islam secara keseluruhan. Landasan Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural di Lembaga Pendidikan Islam mengacu pada beberapa landasan fundamental yaitu landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural, dan geografis. Strategi pengembangan pendidikan Islam multikultural di lembaga pendidikan Islam dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif 1 Program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan ilmiah; 2 Program inovasi pendidikan multikultural; dan 3 Membangun budaya yang mengakomodir jiwa dan nilai multikultural di lingkungan lembaga pendidikan Islam. Kualitatif adalah 1 Program asesmen intensif untuk penguatan membangun budaya epistemologi pendidikan Islam multikultural berbasis Alquran dan Sunnah; EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 145 2 Program Revisi Kurikulum; 3 Program pendidikan dan pelatihan untuk pendidik; dan 4 Program kearifan lokal. REFERENSI Alam, M., & Daflizar, D. 2018. Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural. BELAJEA Jurnal Pendidikan Islam, 32, 103. Amar, I. 2014. Studi Normatif Pendidikan Islam Multikultural. ISLAMICA Jurnal Studi Keislaman, 42, 320. Arif, M. 2017. Deradikalisasi Islam Melalui Pendidikan Multikultural Berbasis Kearifan Lokal Pada Masyarakat Cigugur. AKADEMIKA Jurnal Pemikiran Islam, 221, 51. Arifin, Z. 2018. Pendidikan Islam Multikultural Upaya Menumbuhkan Kesadaran Multikultural. Al-Insyiroh Jurnal Studi Keislaman, 21, 38â56. Chin, C. 2019. The concept of belonging Critical, normative and multicultural. Ethnicities, 195, 715â739. Darmawan, D. 2019. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Journal of Chemical Information and Modeling, 539, 1689â1699. Halidjah, & Siti. 2011. Pemberian Motivasi Untuk Meningkatkan Kegiatan Membaca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Kependidikan, 91, 1â9. Hefni Zain. 2013. Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural Berbasis Manajemen Sumber Daya Manusia. TadrĂźs, 81, 108â124. Husmiaty Hasyim. 2015. Transformasi Pendidikan Islam Konteks Pendidikan Pondok Pesantren . Jurnal Pendidikan Agama Islam-Taâlim, 131, 57â77. Ibrahim, B. 2019. Madrasah Transformation Into Modern Educational Institutions During The New Order. Istawa Jurnal Pendidikan Islam, 42, 196. EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 146 Ilham, D. 2020. Persoalan-Persoalan Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam. In DIDAKTIKA Vol. 9, Issue 2. Irawati, E., & Susetyo, W. 2017. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional di Blitar. Jurnal Supremasi, 71, 32â43. Lundeto, A. 2018. Menakar Akar-Akar Multikulturalisme Pendidikan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Iqraâ, 112. Muhadis Azzuhri. 2012. Konsep Multikulturalisme dan Pluralisme dalam Pendidikan Agama. Forum Tarbihyah, 109, 13â29. Mukhlis, A. 2017. Sejarah Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Nusantara Surau, Meunasah, Pesantren dan Madrasah . AL Iman Jurnal Keislaman Dan Kemasyarakatan, 101, 124â144. Muzakir, A. 2017. Transformasi Pendidikan Islam di Jambi dari Madrasah ke Pesantren. Islam Realitas Journal of Islamic & Social Studies, 31, 8. Muzakkir. 2017. Harmonisasi Tri Pusat Pendidikan Dalam Pengembangan Pendidikan Islam. Al-Taâdib, 101, 145â162. Nadlir, M. 2016. Urgensi Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Agama Islam Journal of Islamic Education Studies, 22, 299. Prasetawati, E., & Asnawi, H. S. 2018. Wawasan Islam Nusantara; Pribumisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Indonesia. FIKRI Jurnal Kajian Agama, Sosial Dan Budaya, 31, 219. Samsuri, & Marzuki. 2016. Character building for multicultural citizenship within the curricular programs in madrasah aliyah, Yogyakarta. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 11, 24â32. EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 147 Subhan, F. 2016. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI. Jurnal Pendidikan Agama Islam Journal of Islamic Education Studies, 12, 353. Sujarweni, V. W. 2015. Metodologi Penelitian. Jakarta Rineka Cipta. Syaâadah, A., Saputra, B. A., Jannah, M., & Mahfud, C. 2019. Sejarah reformasi pendidikan Islam di Indonesia. Taâdibuna Jurnal Pendidikan Islam, 81, 38. Wahyuddin, W., & Hanafi. 2017. Konsep Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif Islam. PROCEEDING IAIN Batusangkar, 11, 721â744. Wardana, A. K. 2019. Peluang Lulusan Ponpes Lanjutkan Kuliah hingga ke Universitas Al Azhar, Ada Beasiswa Santri Kemenag. ... Selanjutnya, Afista, dkk, menunjukkan bahwa 1 landasan pembangunan pendidikan multikultural terdiri atas landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural dan geografis; 2 strategi pengembangan pendidikan multikultural pada lembaga pendidikan Islam dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan strategi pengembangan kualitatif adalah program studi intensif Al-Quran dan Sunnah Rosul, program revisi kurikulum, program diklat tenaga pendidik, dan program kearifan lokal Afista Y, Sumbulah U, 2021. ...MardiaMuhammad Mukhtar. SRohman RohmanMulticultural-based education is seen as important in responding to existing differences. The diversity of schools of law in fiqh and issues of khilafiyah often become internal debates among Muslims and often lead to divisions. This type of research is qualitative research, the data source is through documentation and resource persons, data collection techniques are through observation, documentation, and interviews. Data analysis techniques through data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results show that 1 the dimensions of multicultural values in fiqh learning consist of curriculum dimensions, dimensions in teaching materials consist of values of tolerance, equality of rights, values of brotherhood, justice, and social ethics, 2 implementation of multicultural values in comparison of schools in fiqh learning, namely promoting the values of tolerance and not being fanatical, being inclusive, not discriminatory, teaching the background of the emergence of differences, ethics in responding to differences, and promoting the values of peace and unity, 3 the implications of multicultural values in fiqh learning, namely 1 implications in the domain of attitude affection which consists of awareness and cultural sensitivity, responsiveness to culture, and skills to avoid conflict, 2 domain of knowledge cognitive which consists of knowledge of the language and culture of people others, and the ability to analyze and translate cultural behavior and knowledge about cultural awareness. 3 the learning domain which consists of the ability to correct distortions, stereotypes, and misunderstandings about ethnic groups.... Culture is the result of human creation that gives birth to the living order of a group or a nation. This change makes all the problems related to socio-cultural ethics make it even more complex until finally we are required to deal with them prudently Afista et al., 2021. The development of the times led to modernization but did not forget its culture as we feel today there are positive results as well as negative because of its development that occurs in the world. ...Firman MansirReligious and socio-cultural education is inseparable in peoples lives. Educational cultural proximity to religion and socio-cultural development become two interrelated and mutually needy sides in solving social problems of society. This research shows that there is a relationship between religious and cultural education that is interrelated, giving birth to changes and responding to the rapid development of the times, thus ushering in a reality of religious life that is full of educational values without losing the local culture. The success of a nation can be seen and measured by the younger generation of its nation in the present and the future. Regarding religious education with culture, it is hoped that there will be the best results from a new generation and have potential with good quality, who can develop the knowledge they have and apply it well in the fabric of education, society, and culture. Thus, religious and socio-cultural education provides answers to various problems in the social development of budaya to religion in the context of educational institutions, be it in schools or madrasas. Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya menjadi dua sisi yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam memecahkan persoalan sosial masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Agama Islam dan budaya yang saling berkaitan, dengan melahirkan perubahan serta merespon berkembangnya zaman yang semakin pesat, sehingga mengantarkan pada sebuah kenyataan kehidupan beragama yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan tanpa menghilangkan budaya setempat. Berhasilnya suatu bangsa dapat dilihat serta diukur dari generasi muda bangsanya pada masa kini serta pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya Pendidikan Agama Islam dengan budaya, sangat diharapkan adanya hasil terbaik dari generasi yang baru dan memiliki potensi dengan kualitas yang baik, yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mengaplikasikannya dengan baik dalam jalinan pendidikan, sosial dan budaya. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya memberi jawaban dari berbagai permasalahan dalam perkembangan sosial budaya terhadap agama dalam konteks lembaga pendidikan, baik itu di sekolah maupun madrasah. Dodi IlhamTulisan ini bertujuan untuk melihat berbagai persoalan-persoalan yang terjadi dalam membahas fisafat pendidikan Islam. Dalam tulisan ini akan membedah persoalan pendidikan pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Persoalan ontologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam terbagi atas tiga persoalan pendidikan ber-Islam yakni mengupayakan pembimbingan, pendidikan dan pembinaan dalam mengenalkan Islam secara keseluruhan kepada peserta didik; pendidikan ber-Iman yakni mengupayakan totalitas ajaran Islam untuk ditanamkan kepada anak melalui keimanan kepada Allah swt dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariâah; dan pendidikan ber-Ihsan yakni menanamkan keyakinan suasana hati dan perilaku peserta didik untuk senantiasa merasa dekat dengan Tuhan sehingga tindakannya sesuai dengan aturan Allah swt. Persoalan epistemologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam adalah proses pendidikan dalam tataran sistem pendidikan Islam, yang ruang lingkupnya adalah tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, materi pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, pendidik, peserta didik, sarana pendidikan Islam, alat pendidikan Islam, dan pendekatan pendidikan Islam. Persoalan aksiologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam menyangkut nilai-nilai tentang pendidikan Islam itu sendiri dengan maksud menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia, menjaga dan membina di dalam kepribadiannya baik yang bersifat spiritual maupun yang berwujud yang terbagi atas dua nilai utama yaitu nilai Ilahiyah dan nilai Insaniyah. Clayton ChinContemporary diversity politics is mobilized around debates on the effects of diversity on political community and cohesion. However, social and political theory are deeply divided on the relation between that diversity, liberalâdemocratic citizenship, multiculturalism and social cohesion. This article argues that a focus on the concept of belonging, which is often employed but rarely examined in detail, illustrates the criticalânormative divide between social and political theory. Further, it argues that each has a partial account of belonging that fails to account for the multidimensional and complex nature of diverse belonging today. Instead, it sketches a theory of multicultural-belongingâ, which unites the critical and normative approaches and offers key insights going forward in the analysis of diversity, citizenship and AlamDaflizar DaflizarWhich is prone to cause conflict, thus State Islamic Institute of Kerincias one of the stateuniversities feels obliged to include multicultural courses into its purpose of this study was to know the implementation of "Islamic Education with Multicultural Insights" at the State Islamic Institute ofKerinci. This research was a field research study, with the qualitative type. The main instruments were observation, in-depth interviews, and documentation. The findings of the study are That the State Islamic Institute ofKerincihas implemented Islamic education with multicultural insights through the lecture process, beginning with designing a syllabus that contains the strengthening of the theory, that God has created cultural diversity which is sunnatullah, rahmat, assets, strength, unifying tool that must be appreciated and thankful for, and that cultural diversity, peace and harmony have received a positive response from the students that they canapply in their daily life and even they are be able to be a massive pioneer in creating peace and harmony in society Muhamad ArifAbstrak Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan konteks deradikalisasi Islam melalui pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal. Untuk maksud tersebut, dilakukan penelitian mendalam pada masyarakat Cigugur. Penelitian menghasilkan temuan bahwa sikap toleran, saling menghargai, saling menghormati, dan bahkan saling bekerja sama yang tercipta dalam kehidupan masyarakat Cigugur yang multi agama dan multikultural didukung oleh aktualisasi pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal yang mencakup tiga dimensi, yakni dimensi waktu, dimensi tempat, dan dimensi isi. Menurut dimensi waktu, pendidikan diselenggarakan dalam tiga fase, yakni sateuacan nitis sebelum nitis, sateuacan boboran sebelum lahir, dan saatosna boboran setelah lahir. Menurut dimensi tempat, masyarakat Cigugur menyelenggarakan pendidikan di lingkungan keluarga pendidikan informal, lingkungan sekolah pendidikan formal, dan lingkunganAli MuzakirTraditional Islamic education model does not only teach Islam but also provides practical knowledge for modern life. The desire is a great opportunity, because Islamic education in Indonesia has diverse backgrounds, systems, and nomenclature, such as madrassas, boarding schools, rangkang, meunasah, and surau. The model of madrasah education and pesantren seems to be the most viable pedestal. Particularly the pesantren system, rooted in Javanese tradition, is the most widely influenced model of Islamic education in Indonesia. This paper discusses the struggle of madrasah and pesantren in Jambi, with a social-historical approach. The focus of research on some of the most established madrassas in Jambi, which became the forerunner of other madrasah development in Jambi Province. The initial characteristics of Islamic education institutions in Jambi are madrasah. In practice, Madrasahs in Jambi have developed a model of traditional Islamic education, characterized by the study of yellow books, the figures of the master teachers kyai, students, and boarding schools. The characteristics are similar to the pesantren in Java; minus mosque. In the development, there is a sense of imbalance in responding to changes in the national education system, especially those projected by the Ministry of Religious Affairs. Model pendidikan Islam tradisional tidak hanya mengajarkan Islam tetapi juga membekali ilmu praktis untuk kehidupan modern. Keinginan tersebut menjadi peluang besar, karena pendidikan Islam di Indonesia memiliki latar belakang sejarah, sistem, dan nomenklatur yang beragam, seperti madrasah, pondok pesantren, rangkang, meunasah, dan surau. Model pendidikan madrasah dan pesantren tampaknya menjadi tumpuan yang paling viable. Terutama sistem pesantren, yang berakar pada tradisi Jawa, adalah paling luas mempengaruhi model pendidikan Islam di Indonesia. Tulisan ini membahas pergulatan madrasah dan pesantren di Kota Jambi, dengan pendekatan sejarah-sosial. Fokus penelitian pada beberapa madrasah yang didirikan di Kota Jambi, yang menjadi cikal-bakal pengembangan madrasah lainnya di Provinsi Jambi. Karakteristik awal lembaga pendidikan Islam di Jambi adalah madrasah. Dalam praktiknya, madrasah-madrasah di Jambi mengembangkan model pendidikan Islam tradisional, yang bercirikan kajian kitab kuning, figur tuan guru kyai, murid, dan pondok. Karakteristik tersebut mirip dengan pesantren di Jawa, tetapi minus masjid. Dalam perkembangannya, terjadi kegamangan dalam merespon perubahan-perubahan dalam sistem pendidikan nasional, khususnya yang diproyeksikan oleh Kementerian Nadlirp>Tulisan ini mengurai pentingnya pembelajaran berbasis kearifan lokal di dalam dunia pendidikan. Pembelajaran di lembaga pendidikan terdiri atas berbagai materi ajar subject matter , dimana setiap materi tersebut sudah ditentukan target-target pembelajarannya. Tanpa mengganggu sama sekali setiap materi ajar tersebut, bahkan memperkuatnya, muatan kearifan lokal perlu dimasukkan. Apapun yang diterima peserta didik merupakan sebuah materi ajar, baik berupa teori, praktik, contoh-contoh soal maupun sikap pendidik itu sendiri. Menggambarkan secara jelas kekhasan materi ajar, ruang kelas, lingkungan pendidikan maupun buku-buku/ media pendidikan menjadi sebuah kebutuhan lembaga pendidikan agar dapat diterima efektif oleh peserta didik. Pengintegrasian akan efektif jika muatan kearifan lokal dapat masuk menjadi materi ajar pokok yang tidak sekedar asal dapat ditempelkan. Dalam Pendidikan Agama, misalnya, perlu dapat menjelaskan hukumnya berwirausaha, berbisnis, belajar, bercocok tanam, memanfaatkan lahan kosong di bawah tegakan tanaman, mengolah makanan secara alami tanpa pewarna maupun pengawet buatan, mensyukuri kekayaan hayati, dan lain-lain. Di dalam PKn perlu untuk menjelaskan posisi negara yang penuh hutang, perlunya membangun kemandirian ekonomi, perlunya mencintai hasil produksi dalam negeri maupun praduk lokal dan lain-lain. Materi ajar Bahasa Indonesia dapat mengarahkan kesadaran anak tentang kearifan lokal melalui pelajaran mengarang, membuat puisi ataupun membuat peribahasa dengan tema-tema lokal. Demikian pula pada IPA, IPS, Seni Budaya dan Ketrampilan, Pendidikan kesehatan, berbagai materi ajar dasar maupun pengembangan diri. GuhmFBI.